Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image vina fitrotun nisa

Membumikan Isu Global Warming

Eduaksi | Friday, 20 May 2022, 13:17 WIB
Sumber: https://environment-indonesia.com/pahami-pemanasan-global-warming-dan-ancamannya/

Berbicara tentang krisis iklim sama halnya dengan berbicara tentang kepunahan ummat manusia. Bagaimana tidak, ramalan-ramalan ilmuwan tentang nasib bumi di masa depan tak bisa di anggap sepele, karena didasari dengan ilmu pengetahuan.

Jika kita bicara tentang ramalan mungkin jawabannya dua, bisa benar-benar terjadi atau tidak, namun berkaitan dengan krisis ini, pertanyaanya apakah kerusakan tersebut akan cepat terjadi atau lambat terjadi. Dan yang menjadi penentu dari jawaban di atas adalah usaha manusia sendiri.

Ngomong-ngomong soal perubahan iklim, baru-baru ini sejumlah wilayah di Indonesia digegerkan dengan fenomena cuaca panas. Suhu tertinggi yang tercatat saat masyarakat merasakan suhu panas berada di angka 36 derajat celcius yang terjadi di daerah Jabodetabek.

Dengan fenomena suhu panas tersebut apakah masyarakat dibuat sadar dengan asalah iklim yang kian mendesak? Pertanyaanya dapat dijawab masng-masing. Namun, untuk mengukur apakah fenomena tersebut menyadarkan kita terhadap krisis iklim kita dapat melihat respon masyarakat. apakah setelah dihadapkan dengan cuaca panas tersebut kesadaran untuk peduli lingkungan meningkat atau malah biasa-biasa saja.

Berkaitan dengan pemanasan global sendiri sebenarnya melalui Paris Agreement negara-negara di dunia sudah bersepakat agar menahan suhu bumi agar tidak naik. Oleh karenanya negara-negara harus berusaha untuk menahan agar suhu bumi tidak naik lebih dari 2 derajat setiap tahunnya. Oleh karenanya untuk menepati komitmen tersebut semua negara membuat kebijakan untuk menahan agar suhu di bumi tidak terus menerus mengalami kenaikan.

Sebagaimana kita tahu, masalah tentang perubahan iklim dari dulu nampaknya menjadi isu yang dibahas oleh masyarakat dengan high profil. Isu ini seringkali dibahas dalam pertemuan-pertemuan internasional, dibahas di kalangan mahasiswa, dosen, dan unsur-unsur masyarakat yang dikategorikan intelek.

Hasilnya, isu ini tidak sampai ke masyarakat lapisan bawah.buktinya, kesadaran tentang krisis iklim sama sekali tidak dimiliki masyarakat. padalah untuk membentuk dan membiasakan aksi yang mendukung ketahanan iklim masyarakat secara luas perlu di edukasi dengan waktu yang tidak sebentar.

Padahal jika kita amati lebih jauh, sebenarnya isu iklim ini adalah isu yang bisa disampaikan dan bisa dibumikan. Pertanyaanya siapa dan bagaimana mengkomunikasikan pesan ini kepada masyarakat luas.

Untuk mengkampanyekan isu iklim sebenarnya bisa mulai disampaikan kepada masyarakat bahkan di tingkatan anak-anak, namun pertanyaannya apakah orang tua anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan ketahanan iklim sehingga ia dapat mewariskan sifat-sifat menjaga alam kepada anak-anaknya.

Tahap pertama yang harus dilakukan menurut hemat saya adalah melibatkan banyak kelompok masyarakat. pendekatan komunikasi pemerintah kepada kelompok-kelompok masayarakat akan menjadi bagian awal dari kampanye kesadaran iklim.

Dengan mendekati berbagai unsur masyarakat dan juga diiringi dengan aksi nyata, kesadaran masyarakat perlahan akan terbentuk dan ia dapat mengedukasi masyarakat lainnya.

Disamping itu, dalam cara menyampaikan pesan tersebut, pemerintah atau organisasi yang ditunuk untuk mengkampanyekan krisis iklim harus menggunakan Bahasa yang mudah dicerna masyarakat. misalnya istilah-istilah yang biasanya disebutkan dalam Bahasa Inggris harus disederhanakan dan diterjelahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

Tahapan terakhir, paradigma tentang isu ini yang selalu dibahas dalam high level forum harus di ubah. Isu iklim harus dibumikan dan menjadi isu yang umum diperbincangkan oleh masyarakat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image