Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dwiky Febyanti

Fenomena Hustle Culture dan Burnout pada Mahasiswa saat Pandemi Covid-19

Gaya Hidup | Friday, 21 Jan 2022, 17:16 WIB

Seiring berkembangnya zaman dan kemajuan teknologi, fenomena hustle culture kerap kali ditemui pada anak muda, baik kaum pekerja maupun mahasiswa. Hustle culture merupakan budaya bekerja terlalu keras dan mendorong diri untuk melewati batas kemampuan, sehingga seringkali mengorbankan kesehatan diri sendiri. Para penganut hustle culture mengutamakan produktivitas, pekerjaan, dan penghasilan daripada kesehatan diri sendiri baik fisik maupun mental, hubungan dengan orang lain, dan kebahagiaan sendiri.

Terdapat beberapa penyebab dari hustle culture, di antaranya adalah kemajuan teknologi, konstruksi sosial, dan toxic positivity. Dengan semakin banyaknya orang yang bercita-cita untuk menjadi sukses, kerja keras dan berlebihan menjadi sangat diagungkan, terutama di media sosial. Anak muda yang aktif di media sosial cenderung membandingkan pencapaian dirinya sendiri dengan pencapaian orang lain yang dia lihat di media sosial, sehingga terpacu untuk terus bekerja keras hingga abai dengan hal lainnya.

Hustle culture dapat meningkatkan risiko penyakit, meningkatkan gangguan mental, dan berpotensi untuk kehilangan keseimbangan antara karir dan kehidupan pribadi atau work-life balance. Jika terus dilakukan, hustle culture dapat meningkatkan stres dan menyebabkan burnout.

Burnout merupakan kondisi saat seseorang merasa lelah berkepanjangan karena mengalami stres yang berat. Burnout dapat memengaruhi kesehatan seseorang baik secara fisik maupun mental.

Sumber: Pexels/energepic.com

Sejak menyebarnya virus corona di seluruh dunia, aktivitas pembelajaran bagi siswa dan mahasiswa Indonesia dilakukan secara daring. Perkuliahan yang dilakukan secara daring dan himbauan pemerintah agar tetap berada di rumah dapat menyebabkan kejenuhan pada mahasiswa. Selain itu, banyak mahasiswa yang mengeluhkan bahwa beban tugas semakin banyak sejak perkuliahan dilakukan secara daring.

Mahasiswa dituntut untuk mengerjakan seluruh tugas dengan maksimal untuk mendapat nilai yang memuaskan. Akan tetapi, beban tugas dari setiap mata kuliah dan situasi perkuliahan daring yang tidak selalu efektif menyebabkan banyak mahasiswa mengalami burnout akademik selama masa pandemi. Istilah burnout akademik mengacu pada stres karena proses pembelajaran yang diikuti mahasiswa sehingga menunjukkan keadaan lelah emosional. Saat mahasiswa mengalami burnout akademik, mahasiswa tersebut dapat merasakan lelah atau jenuh secara fisik dan mental, sehingga dapat menyebabkan mahasiswa tersebut tidak dapat mengerjakan tugas atau mengikuti perkuliahan dengan baik.

Terjadinya burnout akademik dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah pertama, kurangnya dukungan sosial dari orang-orang di sekitarnya. Kedua, beban kerja berlebih yang dialami mahasiswa karena harus menyelesaikan tugas yang banyak dari setiap mata kuliah, belajar mandiri, serta mengikuti kegiatan organisasi. Ketiga, kurangnya kontrol untuk menentukan skala prioritas. Keempat, tekanan dari orang-orang sekitar seperti keluarga, dosen atau teman yang menuntut mahasiswa untuk selalu mengejar prestasi. Kelima, hustle culture yang dianut mahasiswa sehingga mendorong dirinya untuk terus bekerja tanpa memedulikan kesehatannya.

Pada masa pandemi, terjadinya burnout akademik pada mahasiswa dapat disebabkan oleh faktor-faktor lainnya seperti kepanikan mengenai Covid-19. Harus tetap menjalani perkuliahan setiap harinya pada saat setiap hari terdapat berita buruk mengenai Covid-19, atau bahkan orang yang dikenal terpapar Covid-19, dapat mengakibatkan peningkatan stres pada mahasiswa sehingga mengalami burnout. Faktor perkuliahan yang dilakukan secara daring menyebabkan mahasiswa mengikuti perkuliahan dari rumah masing-masing. Sayangnya, tidak semua mahasiswa memiliki kondisi rumah dan keluarga yang mendukung kelancaran perkuliahannya. Selain itu, tidak semua mahasiswa memiliki fasilitas yang menunjang perkuliahan daring, seperti susahnya sinyal bagi mahasiswa yang tinggal jauh dari kota menyebabkan sulitnya mengikuti perkuliahan.

Terdapat beberapa tips untuk mengatasi burnout pada mahasiswa khususnya dalam keadaan pandemi yang mengharuskan perkuliahan dilakukan secara daring. Pertama, ingat tujuan awal pada saat kuliah. Hal ini penting untuk tetap termotivasi. Kedua, beri jeda istirahat untuk diri sendiri. Istirahat dapat dilakukan dengan cara tidur yang cukup dan melakukan relaksasi. Ketiga, lakukan hobi atau hal-hal yang disukai jika ada waktu luang. Hal ini penting dilakukan untuk menjaga kestabilan emosi dan jiwa. Keempat, kelilingi diri dengan orang-orang yang mendukung dan mengerti keadaan kita. Orang-orang di sekitar kita sangat berperan penting terhadap kesehatan jiwa kita. Kelima, cari kembali motivasi untuk bertahan hingga akhir. Motivasi dapat berupa angan-angan apa yang akan dilakukan ketika sudah berhasil menyelesaikan perkuliahan. Kuliah daring memang sangat rentan menyebabkan burnout, namun jika berhasil mengatasinya, banyak hal baik yang akan menanti kita di depan.

Referensi:

https://www.orami.co.id/magazine/hustle-culture/

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/08/23/085753820/kenali-hustle-culture-gila-kerja-yang-bisa-berujung-kematian?page=all

https://widuri.ac.id/mengenal-fenomena-burnout-pada-kehidupan-mahasiswa/

https://campuspedia.id/news/atasi-burnout-syndrome-akibat-kuliah-online-dengan-5-tips-berikut/

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image