Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Lulu Nugroho

Belajar Cinta, dari Rumini

Eduaksi | Sunday, 12 Dec 2021, 11:06 WIB

Dialah Rumini (28), perempuan desa Curah Kobokan, Candipuro, Lumajang, yang meninggal dalam kondisi memeluk Salamah (71). Jasad keduanya ditemukan di dapur tertimpa reruntuhan bangunan. Ada duka di dalam petaka. Namun Rumini mengajarkan cinta pada perempuan renta yang tak sanggup berjalan, apalagi berlari, menghindar dari erupsi Gunung Semeru, pada Sabtu 4 Desember 2021.

Bencana ini menelan banyak korban. Rumini dan Salamah ada di antara mereka yang tewas. Masih belum jelas apakah Salamah ibunya, atau nenek Rumini. Tapi sungguh, sebuah pemandangan yang menyentuh hati, tatkala Rumini memilih tinggal dan memeluk erat Salamah, ketimbang lari menghindari bencana.

Hal ini menjadi pelajaran berharga bagi anak-anak zaman now. Banyak kasus terjadi, ketika para lanjut usia (lansia) ini dibiarkan di jalan atau di panti jompo, tanpa sanak keluarga yang mengurusnya. Hilang fitrah memuliakan orang tua karena kehidupan yang sempit. Apalagi jika kondisi lansia lemah dan sakit-sakitan, maka mengurusi mereka menjadi terasa berat.

Ditambah lagi, pendidikan ala sekularisme juga menghasilkan manusia yang lemah terhadap pemahaman agama. Anak-anak tumbuh tidak lagi sebagai penyejuk mata. Rasa hormat pada orang tua pun hilang. Hubungan hanya diukur berdasar manfaat saja. Maka tatkala tekanan hidup semakin berat, mereka berhitung untung rugi.

Keberadaan orang tua menjadi merepotkan dan dianggap beban, bak barang yang tidak berguna. Padahal Rasulullah shollallaahu alaihi wassallam telah menyampaikan,

“Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina.” Ada yang bertanya, “Siapa, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, ”(Sungguh hina) seorang yang mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk surga.” (HR. Muslim no. 2551)

Dalam Islam, berbakti kepada orang tua adalah kewajiban. Paradigma ini membuat setiap anak akan mengurusi orang tuanya dengan baik. Bukan lagi karena balas jasa atau kesopanan, tapi memang semata-mata dilandasi iman. Pendidikan Islam menjaga adab. Juga membentuk pribadi yang ikhlas meskipun kehidupan sulit.

Muncul perilaku yang baik terhadap lansia, menghormati, mendahulukan kebutuhannya, serta memudahkannya menjalani kehidupan. Tidak hanya keluarga, negara pun berperan menopang keluarga dengan seluruh sistem pengurusan umat yang berlandaskan takwa.

Memutus kemiskinan sistemik, sehingga tidak ada lagi warga yang menelantarkan orang tuanya karena alasan finansial. Dalam Islam, sumber daya alam adalah milik umum dikelola negara yang hasilnya untuk kebutuhan dasar rakyat seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. Pengelolaan sumber daya alam secara mandiri inilah yang akan membuka peluang kerja bagi pencari nafkah.

Berbeda dengan teori pembangunan ekonomi kapitalis, lansia justru menjadi beban perekonomian. Sungguh miris pandangan yang diadopsi barat. Orang yang seharusnya dihormati malah menjadi persoalan serius. Data kemensos 2017 menyebutkan, 20,5 juta penduduk lanjut usia 1,8 juta berpotensi terlantar.

Setali tiga uang, perhatian negara berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Bantuan Sosial Tunai (BST) kepada para lansia yang dianggap sebagai golongan penduduk yang terdampak Covid 19, hanya ala kadarnya. Tidak bisa menyambung nafas mereka dari hari ke hari secara berkelanjutan.

Itupun hanya 1,29 juta lansia yg mendapat sembako dan uang tunai. Dan harus berbagi dengan 5 klaster penerima bantuan seperti penyandang disabilitas, korban penyalahgunaan napza, tuna sosial dan korban perdagangan manusia. Belum lagi ketika penyaluran bantuan tersebut dikorupsi, entah berapa besar akhirnya jumlah yang sampai ke tangan mereka.

Di era kapitalis, masalah lansia tidak akan pernah tuntas. Ketiadaan ketakwaan yang melandasi kehidupan bernegara, menjadikan seluruh permasalahan hidup menjadi tak berujung.

Karenanya kembali pada Islam adalah satu-satunya solusi hakiki. Para lansia akan mendapat jaminan kebutuhan pokok dan kualitas hidup yang proporsional sehingga mereka mampu melewati masa tuanya dengan tenang.

Belajar cinta dari Rumini, adalah pelajaran berharga untuk mencari jalan menuju kebaikan. Pengurusan lansia secara paripurna mulai dari keluarga hingga negara, hanya akan terjadi pada sebuah peradaban yang bangkit secara hakiki. Waalidu ausathu abwaabil jannati.

Lulu Nugroho, Revowriter Cirebon

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image