Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Luqman

Sindiran Awan dan Surat Balik Pelita

Olahraga | Monday, 27 Sep 2021, 00:07 WIB
Tenggelam dalam mesra ...Bara-bara romansa kian mendera ...Kutub kesadaran berbalik ...Seolah situasi yang ada tetap membaik ...Tapi...Bagi setiap mereka yang peka ...Hati mereka bukan lagi bayi ...Mata sanubari mereka Melihat yang sebenarnya terjadi ...Keserasian semesta ini ...Kemesraan antar materi ...Segala sesuatu menaati Satu ...Patuh bukan karena perasaan yang membatu ....Sekarang ...Diamlah ...Lihat sang Awan berpuisi ...Musim kemarau berlalu ...Penghujan datang perlahan ...Pandanglah kami yang menjadi gumpalan ...Para awan yang menyimpan air selalu ...Ingatlah kamu pada pesan cahaya ...Renungkanlah dengan teguh ...Hatimu akan meneduh ...Jiwamu akan berjaya ...Aku datang kepadamu sebgai nasihat ....Kepada insan agar tak selalu salah melihat ...Idamannya, jagalah diri dari hal bejat ...Kelak cintamu akan selamat ...Aku datang kepadamu sebagai penghibur lara ...Bagi mereka yang ditimpa rindu yang membara ...Tenanglah, jangan anggap kesendirianmu layaknya sebatang kara ...Berbahagialah, cintamu akan terpelihara ...Wahai keluarga manusia ....Aku datang kepadamu layaknya gagak ...Nan mengajarimu menguburkan mayat ...Terimalah petuahku, jangan berlagak ...Atau cintamu berujung pada jantung yang tersayat ...Aku sang Awan ...Kehadiranku bersamaan dengan hadirnya samudera ...Kekasihku hadir tak lama setelah lahirnya semesta ...Duhai, memandangnya pertama kali sanubari ini berhuru-hara ...Setiap gerakanku tertawan oleh Sang Pelita ...Aku meminta agar pemuda mendengar ..Pegang teguhlah perangai penebar rahmat ...Sebagaimana aku menggigit cahaya seorang malaikat ...Jagalah jiwa dari segala durja ...Ketahuilah, sanubarimu adalah singgasana Raja ...Pelita !! ...Sesak aku karena jarak antara aku dan kamu nan jauh di sana ...Cinta yang kurasakan mendidih di sini ...Bergeraklah-geraklah aku ke segala penjuru dan berlari berkelana ...Perasaanku semakin tercabik-cabik, iri melihat hewan yang diizinkan tuk saling mengawini ...Dua belas jam kian berganti ...Dua belas jam mendatang telah menanti ...Rotasi si tanah, membuatku tiba dalam gelap gemerlap ...Mengapa? tanpa melihatnya sekali, kambuhlah rinduku hingga lupa terlelap ...Wahai Rotasi !!!Akankah kau bandingkan Pelita dengan Bintang?Pelitaku satu, bintangmu berbilang ...Kau membuatku panik hingga terus menerus ku berlalu lalang ... Derailah kesedihanku, cairlah apa yang ku bawa dalam terbang ...Menetes deraslah hujan ...Berteriak keraslah halilintar ...Bumi!! Maafkan aku membuatmu membelah dan bergetar ...Dua belas jam kerinduan tak mampu tuk ditahan ....Terik cinta Pelita membangunkanku akhirnya ...Pemandangan parasnya datang dari arah timur ...Berbungalah aku, mekar dan meninggilah aku hingga dekat dengan angkasa ..."Pelita, sebenarnya ku terhibur" ..."Lihatlah aku, aku bagaikan kapas kasa" ...Tawa dan tangis kualami menahun ...Nikmat Allah, terciptanya Pelita ...Bagiku dia hadiah laksana harta karun ...Namun, ku sadar, melihatnya lama membuatku buta ...Cinta kepadanya membuatku semakin berdebar ...Beratnya kerinduanku membuatku gemetar ...Sakitnya kehilanganmu membuatku terpencar ...Namun, mendekatimu hanya akan membuatku terbakar ...Aku palingkan pandanganku kepada bunga-bunga ...Kusirami mereka dengan air mataku ...Bunga, melihatmu sama saja melihat Pelitaku ..."Jangan kau sentuh, tahanlah mata"Pelita mendengar semua diwan Awan ...Walaupun batas mereka adalah atmosfer dan jarak ...Pelita pun mengaku tak menawan, tapi tertawan ...Lihaltah, buktinya dia selamanya diam tak bergerak ...Pelita mengirim surat balik ...Rintihannya tertulis dengan sinar nampak ...Keadaannya memang tak membaik ...Karena cinta dia terdampak ...Mari dengarlah ...Ku bacakan surat baliknya ...Maafkan, aku adalah puan yang merepotkan ...Walaupun aku sang cahaya ...Maafkan, rindu tlah membuatmu teraniaya ...Aku pun sadar, mendekatimu malah membahayakan ...Dengan kelu ku ungkap, "aku tertawan karena teduhmu" ...Aku justru gila karena kasihmu ...Berjasa atas dunia yang kau tempati ...Menafkahi seluruh bumi dengan penuh empati ...Kepedihanmu itu tak teredakan ...Air mata hujanmu tak pernah kau seka ...Awan, tangisanmu tak ku keringkan seketika ...Biarlah jarak ini, aku memutuskan untuk merelakan ...Awan ...Aku bersyukur kau telah menyapa bunga ...Di atas tanah, aku biarkan tangan sinarku merajut tumbuhan ...Jarak yang jauh menyelamatkan kita dari berbangga ...Biarlah, bunga adalah bukti ketulusan ikatan ...

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image