Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Cut Elviani

Disiplin Berlalu Lintas

Gaya Hidup | Wednesday, 27 Oct 2021, 15:56 WIB

Waktu di Praha, di Wina, di Budapest, ketika lampu merah hidup, tidak ada pejalan kaki yang menyeberang, meskipun tidak ada mobil yang lewat, bahkan jam 6 subuh di saat belum ada mobil, pejalan kaki tidak akan menyeberang dan melanggar lampu merah.

Pas di Roma, di Napoli, ketika lampu merah bagi pejalan kaki hidup, mereka tidak melanggar juga, tapi kalau terpaksa harus melanggar, jalan saja tanpa ragu-ragu, maka mobil akan berhenti sendiri.

Di negara dunia ketiga, jangankan jalanan dengan lampu merah terbelalak, lampu rel kereta api hidup saja disebrangi!

Kalau melihat dari perspektif “maqashid lampu lalu lintas”, maka lampu lalu lintas itu diciptakan untuk mengatur hak-hak pejalan kaki dan hak-hak pengendara motor atau mobil. Maka, apabila lampu merah pejalan kaki nyala, tapi tak ada mobil, maka dengan pertimbangan “mubazir waktu”, sah-sah saja pejalan kaki menyebrang, lumayan menghemat sedikit waktu dan tidak ada hak yang terzalimi.

Tapi, ternyata tidak demikian, selain melihat dari perspekif “maqashid lampu lalu lintas”, kita juga harus melihat perspektif “siyadatul qanun” dan “nadhariyat iltizam salban wa ijaban”. Setidaknya itu yang dipahami oleh pejalan kaki di Wina dan Praha.

Aku tidak menyalahkan pejalan kaki di negara dunia ketiga, mungkin mereka juga menerapkan teori “aturan dibuat untuk dilanggar”, kalau tidak apa gunanya sanksi dan hukum! Mungkin itu juga yang dipahami oleh pejalan kaki di negara dunia ketiga.

Demikian pula dengan Indonesia yang termasuk ke dalam negara dunia ketiga, yang mana kesadaran dalam berlalu lintas masih sangat kurang. Lampu lalu lintas dilanggar begitu saja sedang sangsi yang diberikan masih ada toleransi dengan beberapa oknum. Pelanggaran – pelanggaran yang dilakukan masyarakat masih berlaku hukum tebusan bukan hukuman berupa denda pada saat membayar pajak.

Pelanggaran tertib berlalu lintas di Aceh merupakan perilaku individu, yang juga erat hubungannya dengan budaya masyarakatnya. Di dalam budaya bisa dilihat dari suatu tradisi perilaku-perilaku masyarakat dalam keseharian nya. Bagi para pengguna jalan yang melanggar disebabkan lebih sedikit memikirkan akan keselamatan dirinya sendiri maupun orang lain.

Pelanggaran yang dilakukan berupa tidak menggunakan helm, pengguna tidak memiliki surat izin mengemudi yang terkenal dengan sebutan SIM serta menerobos lampu merah yang menandakan semua kendaraan harus berhenti. Masih banyak pelanggaran-pelanggaran lain yang tidak disebutkan di sini. Untuk saat ini dibeberapa lampu lalu lintas di Aceh sudah dilakukan pemasangan Closed Circuit Television (CCTV), gunanya untuk memantau setiap pelanggaran yang dilakukan pengemudi.

Jika pemasangan CCTV bisa berfungsi sebagaimana mestinya, yaitu untuk menjiduk pengemudi-pengemudi yang melanggar. Seperti dengan memberlakukan kompensasi yang sesuai aturan lalu lintas, disiplin lalu lintas akan bisa diwujudkan di seluruh Indonesia.

Tetapi yang pasti, disiplin, teratur, rapi...itu indah ☺️

Sumber Foto : Pribadi

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image