Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Rukhan Asrori, S.S.

Membanggakan! Kisah Anak TKI ini raih Toga dan Bergelar Sarjana

Eduaksi | Saturday, 16 Oct 2021, 16:25 WIB
Anak TKI ini usai wisuda dan bergelar sarjana dari salah satu perguruan tinggi di Indonesia.

Dialah Aswan adalah salah satu dari ribuan anak TKI yang telah menempuh pendidikan tertinggi telah mengukir namanya dalam daftar sarjana bergelar di sebuah plakat perguruan tinggi di Indonesia. Kegiatan ini bernama “Wisuda Gelombang 3 Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2021”. Wisuda ini dilaksanakan pada 13 Oktober 2021 melalui tatap maya atau daring menggunakan aplikasi ZOOM. Acara ini diselenggarakan oleh Universitas Pendidikan Indonesia sebagai simbol pelepasan para sarjana Diploma, S1, S2, dan S3.

Perjalanannya dalam meraih gelar sarjana ini sangat panjang dan tidak mudah. Dia lahir dan besar di perkebunan sawit yang ada di Negeri Sabah – Malaysia. Orang tuanya adalah pekerja migran Indonesia yang sudah merantau ke negeri jiran sejak tahun 1980-an. Sejak dia lahir, orang tuanya hanya mengenalkan Indonesia melalui cerita-cerita yang unik. Namun, tidak pernah memperkenalkan secara langsung. Adapun masyarakat sekitar menstimulus dirinya bahwa tidak ada yang bagus tentang Indonesia sehingga negara orang adalah tempat terbaik untuk bertahan hidup.

Meskipun masyarakat seperti itu, orang tuanya, terutama Mamaknya (panggilan Ibu di Sabah-Malaysia) punya harapan yang begitu besar untuk melihat anaknya menembus atmosfer sekolah tinggi. Karena tidak punya dokumen seperti anak anak pribumi, dia tidak bisa sekolah secara formal. Hanya pernah bisa tumpang belajar selama setahun setengah di Sekolah Kerajaan Malaysia (sebutan setingkat sekolah negeri di Malaysia). Sejak diberhentikan dan tidak bisa sekolah, saat itu dia harus turun ke ladang untuk bekerja dan ikut membantu mencari uang tambahan.

Bertahun-tahun lamanya, dia menjadi pekerja cilik yang membantu orang tua menjadi tulang punggung. Sekolah tidak bisa, kerja adalah jalan terakhir buat dirinya sebagai anak TKI. Umur 16 tahun, seorang guru dari Indonesia datang ke tempat kami dan menawarkan ujian paket A kepada anak-anak Indonesia. Guru tersebut menawarkan kepada adiknya. Karena tempat ujian yang cukup jauh, orang tua tidak membenarkan adiknya tanpa ada yang menjaga. Mau tidak mau, dia disuruh menemani adiknya mengikuti ujian paket A. Guru Indonesia yang mengetahui hal tersebut mendaftarkan dia bersekolah berlabel pendidikan Indonesia.

Seperti dilansir oleh kontributor retizen republika.co.id, setahun kemudian, dia dinyatakan lulus. Dari situ dia didaftarkan masuk SMP Terbuka Indonesia bernama CLC Pontian Fico. Selama tiga tahun, banyak hal menarik yang dia dapatkan di sekolahnya. Ada hal menarik baginya saat menjelang hari kelulusan saat itu, dia dipilih CLC untuk mengikuti tes beasiswa. Berat hati dan tidak percaya bisa sekolah tinggi. Karena usia yang tidak wajar. Tapi gurunya terus menerus memotivasi dan bilang kalau siapa pun bisa kalau punya niat yang kuat. Dia minta izin pada orang tua. Hari tes bertepatan dengan pengumuman ujian nasional, dia menjadi lulusan terbaik di sekolah dan mendapat urutan ketiga tes seleksi se- Provinsi Sabah-Malaysia. Sekolah lanjutan dia saat itu adalah SMA Islam Permata Insani yang terletak di Tangerang, Jakarta. Di sana beragam usaha belajar ia tempuh dan mulai mengasah bakatnya dalam menulis dan membuahkan karya-karyanya. Hal ini juga menginspirasi banyak generasi muda, betapa kerasnya hidup yang telah ia alami selama hidup di negeri orang saat itu.

Hari kelulusan tiba, dia menjadi salah satu siswa terbaik di bidang seni berkat menulis beberapa buku dan mengikuti berbagai lomba. Selain itu, dia bisa membuktikan pada siswa pribumi walaupun lahir dan besar di Malaysia, tapi bahasa Indonesianya adalah yang tertinggi se-sekolah. Dan, paling menggembirakan adalah dia bisa masuk ke salah satu perguruan tinggi negeri terbaik yang ada di Indonesia (Universitas Pendidikan Indonesia).

Empat tahun kuliah, dia benar-benar memasang mimpi yang tinggi. Ia harus sarjana tepat waktu. Ini adalah mimpi orang tuanya. Menjadi anak pertama yang sarjana dalam keluarga adalah hal terbaik yang pernah dia alami. Orang tua yang hanya pekerja migran bisa berbangga melihatnya memakai toga. Tidak ada resep khusus mendapat toga ini. Restu orang tua adalah yang pertama. Orang tua merestui dan selalu mendoakannya. Setiap hari dan tidak pernah putus. Selain itu, tidak mau membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain. Berpedoman, dia harus bisa dengan cara sendiri dan bahkan bisa memberikan manfaat bagi banyak orang di kehidupan masyarakat sekarang hingga di masa yang akan datang. Tetap semangat meraih mimpi-mimpi lainnya, setelah sarjana maka menjadi awal kehidupan baru bagi Aswan dalam mempersiapkan dirinya berkompetisi, berkesempatan menjadi insan penuh amanah dan terus membanggakan orang tua dan keluarga. Anak TKI Sabah bisa!

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image