Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Budianto Sutrisno

Pandemi Pergi, Anak Bangsa Memuji

Lomba | Friday, 17 Sep 2021, 04:21 WIB

Oleh Budianto Sutrisno

Sudah kurang-lebih 2 tahun terakhir ini, seluruh dunia dilanda kekhawatiran akibat merebaknya pandemi Covid-19. Terlebih lagi, munculnya varian virus baru – yang berdaya tular lebih cepat dan bersifat lebih ganas – menyebabkan cekaman penderitaan yang lebih menyakitkan dan ancaman kematian.

Bila pandemi ini pergi, penulis akan menjadi salah satu anak bangsa yang paling bersukacita, bersyukur, dan berterima kasih kepada Yang Mahakuasa. Betapa tidak! Sebagai seorang pendidik, penulis telah lama merindukan proses belajar mengajar secara tatap muka dimulai lagi. Para peserta didik kembali dapat bersosialisasi bersama dengan teman-temannya. Bagaimanapun juga, pelajaran akan dapat diserap oleh para siswa secara lebih baik melalui pembelajaran tatap muka ketimbang secara daring. Guru pun jadi semakin mantap dan berkualitas dalam mendidik.

Penulis membayangkan, para siswa, guru, dan staf sekolah melakukan kewajiban mereka masing-masing seperti saat sebelum pandemi merebak. Proses belajar mengajar telah bisa dilakukan secara penuh dengan kehadiran siswa secara lengkap. Suasana dinamis dalam kelas terbangun kembali. Berbeda sekali dengan suasana belajar dari rumah yang membosankan dan cenderung diterima siswa secara pasif. Belum lagi bila ada gangguan sinyal, sehingga substansi pelajaran tak dapat diterima siswa secara optimal. Di samping itu, tidak semua siswa memiliki perangkat komputer atau gawai yang diperlukan. Beberapa guru di daerah terpencil harus mengunjungi siswa yang bersangkutan untuk mengajar mereka di rumah.

Oh ya, kantin sekolah juga dapat beroperasi kembali seperti sedia kala. Menyediakan hidangan sehat untuk menunjang para siswa (dan juga guru) dalam proses belajar mengajar. Senda gurau dan obrolan hangat ikut menghidupkan suasana pembelajaran tatap muka (PTM).

Penulis sependapat dengan Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim, yang mengatakan bahwa pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang berkepanjangan dapat berdampak besar dan permanen pada penurunan capaian pembelajaran (Republika co.id, 16 September 2021). Bukankah ini merupakan kerugian besar bagi anak bangsa, kalau tak bisa dikatakan sebagai tragedi yang memilukan? ”Anak-anak yang mengalami learning loss harus diselamatkan,” tandas Mas Menteri. Ini merupakan tantangan bagi para guru untuk menjalankan tugas mulianya, karena pendidikan adalah pilar penopang kemajuan sebuah bangsa.

Hal kedua yang kita jumpai bila pandemi telah pergi adalah bangkitnya kembali sektor pariwisata dan sektor-sektor pendukungnya. Bisnis biro perjalanan, hotel, dan restoran yang semula lesu akan marak kembali. Negara akan memperoleh tambahan devisa dari sektor ini. Toko-toko cendera mata dan berbagai kesenian penunjang pariwisata akan bergairah kembali. Destinasi pariwisata seperti Danau Toba, Borobudur, Bali, Nusa Tenggara, dan Raja Ampat akan dipenuhi wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara.

Perlu kita ketahui, di tahun 2019 sektor pariwisata – dengan slogan ’Wonderful Indonesia’ – menjadi primadona penyumbang devisa negara dengan capaian senilai 280 triliun rupiah (Indonesia.go.id, 15 Februari 2021). Sebuah prestasi yang luar biasa. Penulis yakin, di masa pascapandemi, prestasi itu dapat diraih kembali, bahkan lebih besar lagi.

Hal ketiga yang penulis prediksi adalah berkurangnya gaya hidup hedonisme pada kelompok masyarakat tertentu. Seperti kita ketahui, pandemi membuat sebagian besar penghasilan rakyat berkurang, karena banyak perusahaan bangkrut dan terjadi PHK besar-besaran. Hal ini sangat memengaruhi gaya hidup kaum kelas menengah ke bawah. Mereka tak lagi memboroskan penghasilannya di kafe, hotel, restoran atau tempat-tempat hiburan mahal. Mereka berbelanja sesuai dengan penghasilan yang diterima. Ini dapat menghindari perangkap ’lebih besar pasak daripada tiang’, bukan?

Orang-orang intelektual menjelaskan fenomena ini sebagai berkurangnya gejala hiperrealitas dalam masyarakat. Hiperrealitas adalah situasi di mana seseorang membayar lebih besar ketimbang nilai yang sebenarnya dari sebuah produk, karena produk tersebut didukung oleh suasana/lingkungan yang menyenangkan. Atau suasananya dibuat lebih indah daripada aslinya. Dengan demikian, pengunjung kafe-kafe mewah-nyaman dan tempat hiburan yang menyajikan kisah fantasi cenderung berkurang.

Hal keempat yang penulis tengarai adalah terjadinya perubahan dalam transportasi. Selama pandemi, transportasi dibatasi oleh program PPKM. Dengan berlalunya pandemi, maka transportasi lewat darat, laut maupun udara, akan pulih kembali seperti masa prapandemi.

Di samping itu, kebiasaan berbelanja secara daring yang terjadi selama masa pandemi, akan terus berlanjut setelah wabah berlalu. Hal ini akan membuat para sopir ojol sangat terbantu dalam mencari nafkah. Ekonomi rakyat kelas bawah bangkit kembali.

Hal kelima yang dapat penulis pantau bila pandemi berlalu adalah berkesinambungannya kebiasaan hidup bersih dan sehat. Kebiasaan menjaga kesehatan dengan memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menggunakan hand sanitizer, dan menjaga jarak akan menjadi kebiasaan hidup sehari-hari. Kita bisa karena biasa, bukan?

Hal keenam (terakhir) yang terjadi setelah pandemi pergi adalah pulihnya perdagangan di mal, pertokoan, pasar swalayan, dan pasar tradisional. Roda perekonomian dan keuangan berputar kembali dengan lancar.

Di samping itu, tempat-tempat ibadah juga sudah menjalankan fungsinya secara penuh. Doa syukur dan ucapan terima kasih akan terdengar bertalu-talu di dalam ibadah, karena belas kasihan Tuhan yang Mahakuasa telah mengakhiri pandemi. Segala cekaman kekhawatiran telah lindap lenyap.

Sungguh, perginya pandemi itu mendatangkan sukacita besar bagi penduduk dunia. Seluruh bangsa telah bebas dari ancaman virus ganas yang menakutkan. Memang, seganas apa pun badai menyerang, pasti berlalu pada waktunya.

#Lomba Menulis Opini

Sumber foto: kumparan.com, regional kata, liputan6.com, suaraislam.id

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image