Sabtu 23 Jan 2021 07:30 WIB

Disorder: Tata Dunia Baru, Cinta dan Pengkhianatan

Disorder merupakan karya baru novlis ternama Akmal Nasery Basral.

Rep: Retizen/ Red: Elba Damhuri
Penulis membaca novel Disorder karya Akmal N Basral
Foto: Istimewa
Penulis membaca novel Disorder karya Akmal N Basral

REPUBLIKA.CO.ID. --- Oleh Ramadhani Akrom

Ini adalah kali kedua saya membaca novel apokaliptik. Yang pertama adalah Da Vinci Code karya Dan Brown yang sangat terkenal itu. Yang kedua adalah karya Bung Akmal Nasery Basral, Disorder, ini. Saya merasakan hal yang sama ketika membaca keduanya, walau dipisah dalam rentan waktu yang relatif lama di antara waktu terbitnya. Lebih kurang 18 tahun.

Rasa yang sama itu adalah adanya misteri yang akan diungkapkan di setiap halaman yang sedang dibaca. Lalu ditemukan kejutan terus menerus sejak awal membaca hingga di halaman terakhir.  Malah di Disorder, kejutan itu terus  menerus menerpa mata dan pikiran hingga ke dua halaman sebelum novel itu berakhir. 

Sebagai pembaca intelektual, yang terbiasa diajarkan berpikir logis dan kritis, saya seringkali berusaha menebak apa yang akan terjadi dan terungkap di halaman berikutnya. Dan, ini yang membuat kagum, tebakan saya itu seringkali salah total atau meleset.

Walaupun belum ada novel yang saya tulis, dan mengingat umur yang semakin menua, rasanya saya tidak akan menghasilkan karya apapun, beda dengan Bung Akmal yang sudah menghasilkan sekitar 20 karya sastra, tetapi saya termasuk yang rewel dalam membaca. 

Bagi saya, membaca buku adalah sebuah upaya untuk melepaskan dahaga ‘keingintahuan” yang akan menimbulkan kepuasan dan kekayaan batin. Saya akan berhenti membaca apapun, jika saya sudah bisa menebak apa yang akan terjadi atau tidak memuaskan hasrat batin saya. 

Disorder memenuhi harapan saya dalam membaca dan karenanya saya menyelesaikannya hanya dalam waktu tiga hari. Secara batin dan intelektual saya merasa sudah terpuasi. 

Novel Disorder, dalam pandangan saya, mencoba untuk mengambil setting yang sangat dekat dengan pandemi Covid 19 yang dimulai tahun 2020 dan hingga  saat ini masih menghantui dunia dengan ditandai dengan makin banyaknya yang tewas dan membawa kekecauan secara ekonomi, politik dan sosial baik ditingkat lokal maupun internasional. 

Virus Corona mempunyai nama khusus yang panjang, yaitu Severe Actue Syndrome Coronavirus Sars 2 (SARS-CoV2). Sedangkan setting cerita Disorder  adalah tahun 2026 dengan kepanikan yang sama yaitu  pandemi Swine Origin Influenza Virus (SOIV-26) yang berjangkit dari virus G4 EA HiN1. 

Jika Covid 19 bermula dari virus kelelawar di Wuhan , sedangkan SOIV-26 bermula dari pertenakan babi Pegunungan Yaji. Kedua tempat itu berada di Negara Republik Rakyat China.

Cerita novel ini berkisar pada tiga tokoh penting yaitu Dr Permata Pertiwi atau akrab dipanggil Ata, epidemolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat  (FKM) Universitas Indonesia (UI), seorang layang cantik berusia sekitar 30-an. 

Tokoh selanjutnya  Prof Dr Tobias Shochet, Gurubesar Epidemologi dari Universitas Lyon, Perancis, yang juga merupakan pembimbing disertasi Dr Ata di Universitas tersebut. Tokoh yang terakhir  adalah Alex Lauw, seorang peranakan Cina yang pernah berpacaran dengan Ata sewaktu SMA.  

Lalu disebutkan pula sebuah organisasi mondial yang bersifat rahasia ikut ambil peran, yaitu The Global Order of Interconfessionalism for A Better World atau disingkat dengan TGO. Menurut cerita di novel tersebut, TGO mempunyai perwakilan di seluruh dunia yang juga bersifat rahasia. 

Bermarkas di London, Inggris dengan pimpinan tertinggi seorang Super Grand Master dan dibantu oleh 12 orang yang bergelar Grand Master yang keanggotaannya berasal dari seluruh dunia. 12 Grand Master tersebut dibagi dua, enam merupakan wakil agama-agama besar di dunia dan enam orang lagi diambil dari ilmuwan dan intelektual kampus yang semuanya bergelar doctor. 

TGO bermaksud menciptakan tatadunia baru yang lebih seimbang dan menyejahterakan umat manusia seluruhnya. Situasi sekarang dirasakan tidak adil dan menindas. Negara kaya semakin kaya sedangkan yang miskin semakin miskin. Untuk itu, perlu dilakukan perlawanan dengan berbagai cara, termasuk dengan menghidupkan dan menyebarkan senjata biologi sejenis bakteri atau virus.

 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement