Sabtu 26 Jan 2019 05:17 WIB

Asumsi atau Realitas? Mengupas Fakta Studi Lanjut di Cina

Bagaimana suka duka studi di Cina? Apakah sulit sekolah dan kuliah di sana?

Fadlan Muzakki
Foto: Dokumen Pribadi
Fadlan Muzakki

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Fadlan Muzakki, Mahasiswa Master of Contemporary China Studies di School of Silk Road, Renmin University of China/Ketua Umum PPI Tiongkok

Cina, negara yang pernah dijuluki Negeri Tirai Bambu ini sedang menjadi menjadi sorotan di mata dunia. Bagaimana tidak? Perkembangan ekonomi yang meroket dalam beberapa dekade terakhir menjadikan Cina sebagai “kiblat” di Asia untuk studi pembangunan ekonomi. Tidak hanya itu, bidang ilmu lainnya juga turut berkembang dari ilmu olahraga hingga ilmu astronomi.

Hal tersebut menjadikan Cina sebagai salah satu negara favorit untuk studi. Berdasarkan data yang diril China Power Project dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) di Washington DC, terdapat 442.432 pelajar di tahun 2016 dan 498.200 pelajar di tahun 2017 (berdasarkan data dari pemerintah Cina) dari berbagai penjuru dunia.

Ini menjadikan Cina sebagai negara terfavorit ke-tiga sedunia dalam jumlah pelajar internasional. Sedangkan untuk pelajar Indonesia sendiri ada sekitar 6.5% atau atau berada diurutan ke 6 pelajar terbanyak di Cina.

Dengan jumlah pelajar internasional yang besar seperti itu, sudah barang pasti kualitas pendidikannya tidak diragukan lagi. Namun apa sih sebenarnya yang ada dalam bayangan kita ketika ingin lanjut studi di Tiongkok? Kotor? Kumuh? Susah berkomunkasi? Susah beribadah? Susah mencari makanan halal? Dan lain sebagainya.

Hal tersebut adalah hal-hal yang saya bayangkan ketika ingin lanjut studi di Tiongkok. Namun, kenyataannya tidak semuanya seperti yang saya asumsikan. Oleh karena itu, saya akan mengulas asumsi dan realitas yang ada mengenai studi di Cina.

Banyak pertanyaan yang datang kepada saya: apakah tes masuk studi di universitas-universitas di Tiongkok itu sulit. Secara umum, tes masuk kuliah di universitas-universitas di Tiongkok tidak begitu sulit bagi mahasiswa International.

Walaupun demikian, ada beberapa kampus yang memasang persyaratan cukup sulit bagi mahasiswa Internasional, seperti Universitas Tsinghua, Peking, Zhejiang, Shanghai Jiaotong dan Fudan yang mempersyaratkan IELTS 7.0 dan tes GRE untuk beberapa jurusan di kampus tersebut.

Asumsi yang timbul berikutnya adalah sulitnya mencari makanan halal. Hal ini juga saya bayangkan saat saya ingin berangkat studi ke Cina. Realitasnya, terdapat restoran halal di setiap kota. Bahkan terdapat kantin halal di hampir setiap kampus di Cina, hal ini sangat memudahkan para pelajar Muslim untuk memenuhi kebutuhan primernya semasa studi.

Selanjutnya, dengan negara yang berideologi Komunis, hal yang ada di benak kita adalah sulitnya beribadah. Pada kenyataannya terdapat masjid atau tempat ibadah lainnya di setiap kota di Cina. Berdasarkan data dari pemerintah Cina, terdapat lebih dari 39.000 masjid dan 50.000 gereja di Tiongkok. Hal ini memudahkan para pelajar Indonesia jika ingin beribadah.

Lalu, bagaimana dengan kendala bahasa? Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat lokal enggan berbicara inggris walaupun pada kenyataanya banyak di antara mereka yang bisa sedikit-dikit. Saat ini bukanlah sebuah kemustahilan untuk menemukan masyarakat lokal yang bisa berbahasa inggris, khususnya kalangan anak muda. Penelitian dari English First Institute mencatat bahwa terdapat sekitar 350 juta masyarakat local Cina yang bisa berbahas Inggris.

Namun saja, rasa enggan mereka untuk menggunakan bahasa inggris dalam percakapan masih sangat tinggi. Selain itu juga masih banyak yang kurang percaya diri karena mereka merasa bahasa inggris mereka sangat buruk.

Masyarakat lokal, khususnya pemuda lokal, pada dasarnya bisa berbahasa inggris membaca dan tulis hanya sebatas untuk memenuhi syarat ujian di sekolah. Dengan demikian cukup jarang menemui warga Cina yang dapat aktif berbahasa inggiris baik secara lisan.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement