Ahad 17 Jul 2016 15:11 WIB

Kesungguhan dalam Membangun Sinergitas Umat

KH Didin Hafiduddin
Foto: Republika
KH Didin Hafiduddin

REPUBLIKA.CO.ID, Meskipun sejak Senin 11 Juli 2016 M yang bertepatan dengan 06 Syawal 1437 H, hampir semua perkantoran, pemerintah maupun swasta sudah memulai aktifitasnya dan mewajibkan para karyawannya untuk kembali bekerja melaksanakan tugas kesehariannya, namun suasana halal bihalal dan sillaturrahmi iedul fithri masih terasa dan berlangsung sampai dengan hari ini, bahkan mungkin juga hari-hari kedepannya.

Terdapat suasana spiritual yang hangat ketika sillaturrahim dilakukan atas dasar iman dan taqwa dan atas dasar kebersihan hati dan pikiran, bukan semata-mata sillaturrahim formal dan bersalaman tanpa makna. Karena itu di dalam al-Qur’an dan hadits dikemukakan bahwa sillaturrahim ini bagian dari ketaqwaan. Taqwa tidak akan sempurna tanpa terbiasa 

bersillaturrahim dan sillaturrahim pun tidak akan punya makna tanpa dilandasi dengan ketaqwaan. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa’ [4] ayat 1: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah SAW menyatakan bahwa ada tiga perbuatan yang akan menghantarkan orang yang melakukannya secara istiqomah masuk ke dalam Syurga: Ufsyussalam, Wasillul Arham, Washallu Billaili Wannasu Niyamun tadkhulul jannata bissalam (ramaikan dan budayakan ucapan salam, hubungkan sillaturrahim, dan lakukan shalat malam/tahajjud dalam keadaan orang-orang lain sedang tidur pulas, maka kalian akan masuk kedalam Syurga dengan selamat).

Sillaturrahim atas dasar iman dan taqwa ini, mudah-mudahan akan menghantarkan kaum muslimin/terutama orang-orang yang berpuasa pada kesadaran penguatan ukhuwwah islamiyyah dalam seluruh tatanan kehidupan, seperti saling mendukung dan saling membantu dalam melaksanakan tugas-tugas keumatan, seperti amar makruf nahyi mungkar, maupun peningkatan kesejahteraan hidup. Diharapkan ukhuwwah islamiyyah ini akan membawa umat Islam pada solidaritas dan kerja sama untuk membangun 

peradaban utama guna menampilkan umat Islam sebagai umat berkemajuan dan berkeunggulan (khaira ummah). Allah SWT berfirman dalam QS. Ali Imran [3] ayat 110: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah....” dan juga firman-Nya dalam QS. At-Taubah [9] ayat 71: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma`ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Prinsip-Prinsip Penguatan Ukhuwwah Islamiyyah dalam kenyataan empiris, sebagaimana kita rasakan bersama bahwa kehidupan umat Islam masih mengalami kendala yang signifikan dalam melaksanakan ukhuwwah islamiyyah ini. Bahkan kehidupan umat Islam baik pada skala global maupun nasional di banyak negara menunjukkan gejala pertentangan, pertikaian, bahkan perpecahan yang tentu membawa dampak sistemik dalam kehidupan umat Islam dalam berbagai bidang. Karena itu 

meskipun dirasakan sangat berat kita harus terus menerus mengupayakan ukhuwwah islamiyyah ini dengan berpegang pada prinsip-prinsip penguatannya, seperti yang telah disampaikan Dewan Pertimbangan MUI melalui taujihnya tentang etika ukhuwwah sebagai berikut:

Pertama, setiap muslim harus memandang sesama muslim sebagai saudara seiman karenanya dia memperlakukan saudara seimannya dengan penuh kasih sayang, kejujuran, empati dan solidaritas bukan dengan rasa benci, antipati dan cenderung melukainya.

Kedua, setiap muslim merasa wajib mengembangkan persaudaraan keimanan, ke arah sikap dan budaya saling membantu dan melindungi. Ketiga, setiap muslim harus mengutamakan kehidupan berjamaan dan dapat mendayagunakan organisasi sebagai alat dakwah dan perjuangan. Dalam hal ini, organisasi hanyalah alat bukan tujuan.Keempat, setiap organisasi/lembaga Islam memandang organisasi/lembaga Islam lain sebagai mitra perjuangan. Karenanya hendaknya dikembangkan budaya kerjasama dan perlombaan meraih kebaikan bukan budaya pertentangan, permusuhan, dan persaingan tidak sehat.

Kelima, dalam kehidupan politik, seperti pada pemilihan untuk jabatan politis, setiap muslim dan organisasi/lembaga Islam mengedepankan kebersamaan dan kepentingan bersama umat Islam dan meletakkannya di atas kepentingan kelompok/organisasi dan memilih pemimpin yang Muslim yang memiliki sifat dan karakter amanah, bertanggungjawab, mencintai dan dicintai masyarakat, serta berpihak pada kaum dhuafa.

Keenam, sesama pemimpin dan tokoh umat Islam wajib menghidupkan sillaturrahim tanpa memandang perbedaan suku, etnik, organisasi, kelompok atau aliran politik.Ketujuh, setiap pemimpin dan tokoh umat Islam perlu menahan diri untuk 

tidak mempertajam dan mempertentangkan masalah-masalah khilafiyah, keragaman ijtihad dan perbedaan madzhab di dalam forum khutbah, pengajian dan sebagainya, apalagi dengan mengklaim pendapat atau kelompok tertentu yang paling benar dan menyalahkan pendapat atau kelompok lain.

Kedelapan, hubungan antara sesama organisasi Islam haruslah dilandasi pandangan positif (khusnudzon) dan selalu mengedepankan sikap saling menghargai peran dan kontribusi masing-masing dalam pembangunan umat.Kesembilan, setiap amal dan prestasi suatu organisasi Islam haruslah dipandang sebagai bagian dari karya dan prestasi umat Islam secara keseluruhan, dalam arti organisasi Islam yang lain wajib menghormati, menjaga serta melindunginya.

Kesepuluh, setiap kaum muslimin harus memandang sesama muslim lain diberbagai negara dan belahan dunia, sebagai bagian dari dirinya dan berkewajiban untuk membangun solidaritas dan tolong-menolong dalam berbagai bidang kehidupan.

Jika prinsip-prinsip ukhuwah islamiyah ini dilaksanakan oleh setiap komponen umat dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan, maka diyakini umat Islam akan mampu berperan lebih aktif dalam mensejahterakan masyarakat. Hanya saja diperlukan kesabaran yang kuat untuk melaksanakan prinsip-prinsip tersebut sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Anfal [8] ayat 46: “Dan ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Wallahu A’lam bi ash-Shawab.

 

 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement