Jumat 12 Apr 2019 18:32 WIB

Wahai Ayah, Ibu, Jaga dan Peluk Anak-Anak Kita

Ayah dan ibu perlu menjaga anak-anak demi terhindar dari perundungan

Pelajar mengikuti deklarasi bersama bertajuk Remaja Tolak Phubbing (mengacuhkan lawan bicara dengan sibuk berponsel), Bullying (perilaku agresif untuk menyakiti dalam bentuk fisik dan mental) dan Persekusi (perlakuan buruk secara sistematis pada seseorang) di Taman Balaikambang Solo, Jawa Tengah, Sabtu (28/7).
Foto: Antara/Maulana Surya
Pelajar mengikuti deklarasi bersama bertajuk Remaja Tolak Phubbing (mengacuhkan lawan bicara dengan sibuk berponsel), Bullying (perilaku agresif untuk menyakiti dalam bentuk fisik dan mental) dan Persekusi (perlakuan buruk secara sistematis pada seseorang) di Taman Balaikambang Solo, Jawa Tengah, Sabtu (28/7).

Kasus perundungan terjadi lagi. Kali ini menimpa Audrey, siswi SMP yang dikeroyok oleh siswi SMA.

Kasusnya menjadi viral dan mengundang simpati dan dukungan kepada korban. Sebaliknya mengundang kemarahan kepada para pelaku. Apalagi pelaku yang dinilai tak merasa bersalah dan menyesal dengan tindakannya lantaran masih sempat menayangkan snapgram tingkah laku mereka di kantor polisi. 

Baca Juga

Kalau kita mengamati dan mengingat, kasus bullying sudah terjadi sejak dulu. Teringat zaman sekolah dasar, saya pernah menjadi korban perundungan dan menyaksikan praktek perundungan yang tidak sedikit. Guru dan orang tua seakan tak berdaya juga menghadapi pelaku yang memang terkenal nakal dan sering melanggar aturan sekolah.

Mengapa kasus bullying pada zaman saya tersebut tidak viral bahkan mungkin lingkungan sekitar pun tak tahu. Ya, zaman dulu belum ada akses teknologi informasi seperti saat ini.

Tayangan yang menyajikan adegan kekerasan dan juga tak mendidik belum menjamur seperti sekarang. Makin canggihnya teknologi, makin besar juga dampak negatif yang ditimbulkannnya.

Bagaimana tidak? Media sosial yang sejatinya dimanfaatkan untuk silaturahim, mengunggah hal-hal yang positif dan menebarkan kebaikan, justru dibuat untuk hal yang bisa merusak.

Banyak sekali kita temukan tayangan gambar dan video yang memberikan contoh perilaku kekerasan, kasus bullying yang sengaja disebarkan bahkan kasus yang berujung pembunuhnan pun tak sedikit kita temukan. Wajar, jika generasi terutama remaja banyak terpengaruh dan menirukannya tanpa merasa bersalah.

Belum lagi masalah anak-anak dengan orang tua dan keluarganya serta lingkungan terdekatnya. Tak sedikit para pelaku bullying tersebut adalah korban dari rumah tangga yang broken home.

Orang tua cerai dan keluarga yang tak harmonis. Kurang perhatian dan kasih sayang, lantaran orang tua sibuk. Dan tak sedikit juga orang tua yang abai dengan kewajibannya, menyerahkan total pendidikan anaknya kepada sekolah.

Sungguh tak habis pikir seorang siswi SMP dan siswa SMA. Mereka sama-sama perempuan. Tak adakah hati nurani yang tersisa? Tak adakah sedikit rasa iba ketika melihat korban disiksa?

Kemana rasa kemanusiaan mereka? Kemana perginya akhlak dan budi pekerti mereka? Wahai para orang tua, ayah dan ibu, mari jaga anak-anak kita. Peluk erat anak-anak kita.

Gempuran pemikiran liberal dan gaya hidup yang bertentangan, dan tak seharusnya diikuti oleh generasi negeri yang mayoritas muslim ini. Namun faktanya, serangan budaya dan pemikiran liberal tersebut dengan begitu bebasnya menancap di benak dan akhirnya diikuti. Apakah kita rela membiarkan mereka terus tergerus dan teracuni ide-ide sekuler dan liberal yang makin merajalela?

Pemerintah yang sejatinya sebagai pengayom rakyatnya, sebagai  pelindung dan menjaga agar kasus bullying dan kekerasan itu tak terjadi lagi, faktanya sampai saat ini belum ada upaya yang betul-betul optimal. Tayangan di televisi dan internet masih bebas, sistem pendidikan yang sangat sedikit memasukan kurikulum agama.

Bahkan pelajaran agama hanya dua jam saja setiap minggunya. Itu pun hanya seputar ibadah keseharian. Sistem pendidikan output yang diharapkan yaitu menjadikan generasi cerdas dan bertakwa. Sistem hukum dan sanksi yang lemah dan mudah tergadai dengan seringnya pelaku yang kaya dan berkedudukan tinggi, lolos dari hukum. Ibaratnya, hukum tumpul ke atas, namun tajam ke bawah.

Generasi sekarang sejatinya adalah calon penerus untuk membangun negeri ini. Generasi yang diharapkan mampu mengubah peradaban (agent of change). Anak-anak adalah amanah dari Allah yang diberikan kepada kita. Dan pastinya akan diminta pertanggungjawaban.

Orangtualah yang pertama kali diminta dan ditanya. Sudahkah kita mendidik mereka dengan baik dan optimal seperti apa yang Allah perintahkan? Apa jadinya jika kasus bullying pada generasi ini masih terjadi? Jawaban apa yang akan kita berikan nanti di akhirat. 

Selama sistem yang diterapkan seperti saat ini maka kasus bullying ini akan terus terjadi. Untuk itu, mari segera kita benahi dan berjuang bersama untuk mengubah sistem yang sudah rusak ini menjadi sistem yang Allah ridhoi.

Wahai ayah dan ibu, mari jaga dan peluk anak-anak kita.

Pengirim: Nunung Nurlaela, SEI, MSI, Dosen STEI Hamfara Yogyakarta

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement