Senin 08 Apr 2019 17:40 WIB

Money Politics Merusak Citra Politik

Sejatinya money politic dalam sistem demokrasi wajar karena berstandar manfaat

 Ilustrasi Politik Uang
Foto: Foto : MgRol_94
Ilustrasi Politik Uang

Money politics atau politik uang masih menjadi permasalahan menjelang pemilu 17 April 2019 ini. Tim Satuan Tugas (Satgas) Penegakan hukum (Gakkum) Mabes Polri setidaknya sudah menangani 31 kasus dugaan money politics alias politik uang jelang Pemilu 2019.

Dikutip dari CNN, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo menyatakan kasus ini tersebar di seluruh wilayah kabupaten dan kota di Indonesia Bahkan modusnya semakin hari semakin canggih. Modus baru politik uang ditemukan dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 ini. PPATK menyebut modus ini bukan lagi membagi-bagikan uang tunai kepada para pemilih, namun diiming-imingi dengan pemberian asuransi kecelakaan.

Baca Juga

Tentu ini merusak citra politik. Hal ini juga yang membuat sebagian orang tidak suka dengan politik karena dianggap kotor akibat dirusak dengan perilaku para politikus yang melakukan cara-cara kotor seperti ini.

Dalam sistem demokrasi sebetulnya money politik adalah hal yang wajar karena standar seseorang terjun dalam dunia politik adalah manfaat bukan standar halal dan haram. Secara mayoritas tujuan mereka terjun dalam kancah politik adalah demi meraih jabatan atau kekuasaan, sehingga apapun dilakukan demi meraih jabatan atau kekuasaan tersebut-baik dengan cara-cara bersih ataupun kotor seperti money politic.

Tentu ini berbeda ketika berpolitik dengan menggunakan standar Islam yaitu standar halal dan haram. Karena politik dalam pandangan Islam adalah pengaturan urusan umat/rakyat. Pengaturan urusan rakyat agar senantiasa sesuai dengan syariat Islam.

Dengan demikian setiap orang ketika berpolitik berarti dia berupaya agar kehidupan masyarakat senantiasa sesuai dengan aturan Islam. Sehingga benar-benar akan terhindar dari perbuatan yang tidak sesuai dengan Islam seperti money politik.

Selain itu setiap orang yang menjadikan Islam sebagai standar, maka akan memahami bahwa jabatan ataupun kekuasaan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT, sehingga orang tidak akan berebut jabatan dan kekuasaan apalagi sampai melakukan hal-hal yang melanggar syariat.

Dan ketika pun jabatan atau kekuasaan itu akhirnya harus diemban, maka akan dijalankan dengan sebaik-baiknya dan tentu jabatan dan kekuasaannya dilaksanakan bukan berorientasi pada materi akan tetapi bagaimana agar Islam bisa terlaksana secara sempurna.

Jelaslah bahwa politik akan rusak jika ada dalam kubangan demokrasi yang menjadikan manfaat sebagai standar dan hanya berorientasi pada kekuasaan. Sebaliknya politik akan lebih bermakna jika yang dijadikan standarnya adalah Islam. Money politik pun hanya akan hilang jika berpolitik dengan Islam. Jadi kembalilah pada Islam karena Islam menjadikan hidup lebih bermakna. Wallahu’alam

Pengirim: Ummu Inayah, Aktivis Muslimah

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement