Selasa 21 May 2019 15:50 WIB

Infrastruktur Perlancar Mudik, tapi Masih Berat Dikantong

Meski mudik lebih cepat akan tetapi ongkosnya terbilang berat bagi rakyat biasa

Petugas melintas di tol Singosari yang belum beroperasi di Malang, Jawa Timur, Minggu (12/5/2019). Ruas Tol Pandaan-Malang seksi I-III dari Pandaan-Singosari sepanjang 31 Km itu diharapkan akan memperlancar arus mudik Lebaran 2019 di Jawa Timur.
Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Petugas melintas di tol Singosari yang belum beroperasi di Malang, Jawa Timur, Minggu (12/5/2019). Ruas Tol Pandaan-Malang seksi I-III dari Pandaan-Singosari sepanjang 31 Km itu diharapkan akan memperlancar arus mudik Lebaran 2019 di Jawa Timur.

Mudik kali ini bisa lebih cepat sampai, sebab sudah mulai beroperasinya tol baru Trans Jawa. Hanya saja para pemudik harus menyiapkan saldo uang elektronik yang cukup. Sebab tarif tol rute terjauh, Rp 775 ribu. Saldo maksimal yang ditetapkan Bank Indonesia, Rp2 juta.

Angka yang fantantis. Belum ditambah bahan bakar, makan dan minum selama di jalan, serta buahtangan untuk sanak keluarga di tempat tujuan. Berarti angka yang disiapkan harus lebih banyak lagi dari itu.

Baca Juga

Tarif rute terjauh tersebut disebabkan panjang 996 kilometer terbentang dari barat ke timur yang dilaluipemudik. Beberapa waktu sebelumnya masih bersifat fungsional, alias gratis. Tahun ini statusnya operasional alias berbayar.

Arus mudik lebaran selalu padat di pulau Jawa. Sayangnya jalan tol yang dibangun tidak mempermudah urusan rakyat. Terutama untuk ekonomi menengah ke bawah, harus berhitung ketat jika memilih melalui tol Trans Jawa.

Hal sama terjadi pada moda transportasi lainnya. Tingginya harga tiket pesawat, meski pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terhitung 15 Mei 2019 menurunkan harga antara 12-16 persen, juga membuat pemudik. Dikutip dari Republika.co.id, akibat penurunan penumpang, PT Angkasa Pura II mengalami kerugian miliaran rupiah.

Infrastruktur tampaknya bukan untuk rakyat. Sekalipun banyak pembangunan tapi jika hanya untuk kalangan berduit saja, maka rakyat gigit jari. Masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, untuk memberi transportasi yang mudah, murah dan aman. Sebab tradisi mudik masih lekat dengan kebiasaan rakyat di negeri ini.

Sebagaimana Khalifah Utsmani, Abdul Hamid II dahulu pernah membangun Hejaz Railway atau jalur kereta api Hijaz. Jalur ini terbentang antara Damaskus (Suriah)-Amman (Yordania) sampai ke Madinah (Arab Saudi). Khusus jalur Hijaz adalah mempermudah dan meningkatkan pelayanan jamaah haji.

Tahun 1912 Perjalanan haji semakin mudah serta menumbuhkan bisnis dan perdagangan di kawasan itu. Tercatat pada tahun 1914 telah mencapai 300 ribu penumpang. Selain itu, Angkatan Bersenjata Utsmaniyah memanfaatkannya untuk mengirimkan suplai pasukan dan barang.

Sebelum dibangun jalur kereta api ini, biaya perjalanan haji cukup mahal. Dengan menyewa unta dan perlengkapannya menghabiskan biaya 3.50 pound per empat hari sedangkan perjalanan dua bulan.

Infrastruktur jika dibangun untuk pemilik modal, akan memberatkan rakyat. Sebab rakyatlah yang harus membayar saat menggunakannya. Berbeda halnya jika pembangunan tersebut diorientasikan untuk rakyat, maka akan menjadikan kehidupan rakyat sejahtera. Wallahu'alam.

Pengirim: Lulu Nugroho, Muslimah Cirebon

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement