Rabu 26 Jan 2022 16:03 WIB

Nusantara Dinilai Punya Makna Historis Perkuat Persatuan Indonesia

Ngatawi menilai pemilihan nama Nusantara mengandung cita-cita dan optimisme.

Maket Istana Kepresidenan di Nusantara yang menjadi ibu kota negara baru yang sekarang masuk wilayah Sepaku, Kabupaten Penajam Passer Utara, Kalimantan Timur.
Foto: Tangkapan layar
Maket Istana Kepresidenan di Nusantara yang menjadi ibu kota negara baru yang sekarang masuk wilayah Sepaku, Kabupaten Penajam Passer Utara, Kalimantan Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemerintah telah resmi mengesahkan UU Ibu Kota Negara (IKN) yang secara bersamaan juga telah diputuskan bahwa nama Nusantara akan menjadi nama ibu kota baru. Namun, pemilihan nama tersebut malah justru menimbulkan gejolak di masyarakat. Beberapa kelompok berusaha membangun opini dan menimbulkan suara sumir dengan menganggap bahwa pemilihan nama Nusantara tidaklah relevan untuk ibu kota negara yang baru dan sarat akan kepentingan politik.

Budayawan Ngatawi Al Zastrouw menyangkal tuduhan tersebut. Ia mengatakan bahwa terdapat makna spiritual dan historis dibalik pemilihan nama ibu kota Nusantara. Secara spiritual, Nusantara memiliki makna perjuangan secara sungguh-sungguh dan tekad yang kuat untuk mempersatukan bangsa.

"Dari sisi historis, Nusantara bermakna mengingatkan bangsa ini akan sejarah kita yang terdiri dari berbagai pulau, suku, ras, agama dan budaya dari Sabang sampai Merauke yang bisa bersatu padu menjadi satu kesatuan," ujar Ngatawi Al Zastrouw, Rabu (26/1).

Selain itu, Ngatawi menilai pemilihan nama Nusantara mengandung cita-cita dan optimisme untuk mengembalikan kejayaan nusantara. "Sudah pasti merupakan doa dan harapan agar kejayaan Nusantara sebagaimana yang terjadi pada zaman dulu bisa kembali diwujudkan oleh bangsa Indonnesia dalam konteks kekinian," ungkapnya.

Ia juga menyinggung terkait banyaknya opini dan sentimen negatif yang beredar di masyarakat. Ia menilai situasi ini dapat menjadi ancaman kedepannya bagi bangsa yang dapat menggoyahkan semangat persatuan jika terlalu dibiarkan.

"Pro-kontra adalah hal yang biasa. Pemicunya karena perbedaan pemikiran, ketidakpahaman, ada yang mencari perhatian publik serta politik dan yang paling bahaya adalah yang dipicu alasan ideologis. Ini yang bahaya," jelasnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan kelompok yang berusaha menggiring opini berlandaskan alasan ideologis tersebut jika dibiarkan dan tidak dikelola dengan baik dikhawatirkan akan mengalamai peningkatan eskalasi. Namun ia melihat sejauh ini masih dalam taraf yang wajar saja. "Artinya masih dalam taraf wajar sebagai perbedaan wacana tetapi tetap harus dipantau agar tidak menggoyahkan persatuan," ungkapnya.

Dari kacamata budaya, Ngatawi memandang perlunya menumbuhkan spirit kejayaan Nusantara dengan cara mengajarkan kembali nilai-nilai sejarah Nusantara kepada generasi muda dengan cara kreatif dan menarik.

"Dengan begitu, mereka-mereka ini paham dan mengerti sejarah bangsanya. Jika mereka itu mengerti akan sejarah Nusantara dan kejayaanya, maka mereka akan bangga dan dapat mengambil nilai-nilai dan spirit dari sejarah itu,"jelasnya.

Jika generasi muda sudah memiliki pemahaman dan pengertian baik, kata Ngatawi, maka mereka dapat mengaktualisasikan nilai tersebut secara baik dan dapat menjadi inspirasi dalam menghadapi realitas kekinian.

"Kedua, perlunya mengubah cara pandang sejarah di kalangan generasi muda bangsa ini. Bahwa sejarah bukan hanya kronologi peristiwa masa lalu semata, tetapi harus difahami sebagai gerak dan route peradaban suatu bangsa," kata peraih Doktor bidang Sosiologi Universitas Indonesia ini.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement