Senin 18 Oct 2021 16:24 WIB

Jaksa Ungkap 19 Peluru di Tubuh 6 Laskar FPI

Tanpa belas kasihan Briptu Fikri menembak laskar FPI dari jarak beberapa sentimer.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Ilham Tirta
Terdakwa kasus unlawfull killling atau pembunuhan Laskar Front Pembela Islam (FPI) yaitu Briptu Fikri Ramadhan usai menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/10). PN Jaksel mengelar sidang perdana kasus unlawfull killling atau pembunuhan Laskar FPI dengan terdakwa Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan dengan agenda pembacaan dakwaan.Prayogi/Republika
Foto: Prayogi/Republika.
Terdakwa kasus unlawfull killling atau pembunuhan Laskar Front Pembela Islam (FPI) yaitu Briptu Fikri Ramadhan usai menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/10). PN Jaksel mengelar sidang perdana kasus unlawfull killling atau pembunuhan Laskar FPI dengan terdakwa Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan dengan agenda pembacaan dakwaan.Prayogi/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang perdana kasus pembunuhan enam anggota Front Pembela Islam (FPI) mengungkap tentang bagaimana cerita tiga anggota Resmob Polda Metro Jaya menembak mati para laskar tersebut. Dalam dakwaan yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Zet Tadung Allo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (18/10), terungkap peran dari terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella, bersama Ipda Elwira menembak mati para pengawal Habib Rizieq Shihab pada 7 Desember 2020 itu.

Dalam dakwaan, tercatat ada 19 luka-luka bekas peluru yang tertanam pada enam jenazah para anggota Laskar FPI. Masing-masing mereka ditembak mati minimal sedikitnya dua kali menggunakan peluru tajam. Luka peluru, dikatakan Tadung, berada di areal vital seperti dada, pelipis mata, dan bagian pinggiran tulang paru-paru, dan lengan.

Tadung menerangkan, ada dua lokasi pembunuhan dari rentetan kasus yang menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) itu sebagai unlawful killing. Pembunuhan pertama, terhadap Faiz Ahmad Syukur (22 tahun) dan Andi Oktiawan (33).

Dikatakan dua pemuda itu ditembak mati di Rest Area Km 50 saat terjadi aksi kejar-kejaran dengan mobil di tol. Aksi saling kejar-mengejar itu berujung pada perlawanan dan saling serang. Bahkan dikatakan, terjadi tembak-menembak dengan senjata api.

Dua anggota laskar tersebut berusaha melawan empat anggota kepolisian, Bripka Faisal Khasbi Alaeya sebagai supir, terdakwa Briptu Fikri, Ipda Elwira, dan Ipda Yusmin. Bripka Faisal yang pertama kali melepas tembakan ke arah mobil FPI.

Dua kali dia melepaskan peluru tajam ke arah udara sebagai peringatan, dan ke bagian ban kendaraan laskar FPI agar dipaksa berhenti. Namun, tembakan ke arah mobil FPI juga dilakukan oleh Ipda Elwira dengan menyasar ke arah bagian penumpang di dalam mobil FPI.

Ia menggunakan pistol Sig Sauer 9 Mm. Ipda Yusmin dan Briptu Fikri pun disebut ikut melepaskan tembakan dengan jenis pistol serupa ke arah penumpang di dalam mobil FPI yang sedang kejar-mengejar itu.

Namun, pistol milik Ipda Yusmin macet. Dikatakan jaksa, Ipda Yusmin pun mengambil pistol milik Bripka Faisal yang terselip di bagian paha dan kembali menembaki mobil FPI. “Terdakwa Ipda Yusmin Ohorella, melakukan penembakan beberapa kali, yang diikuti juga oleh terdakwa Ipda Fikri Ramadhan, turut melakukan penembakan dengan senjata api CZ C063937 Kal 9 Mm ke arah penumpang mobil FPI, dengan jarak tembak sekitar satu meter,” begitu kata jaksa.

Berondongan tembakan, menyarangkan tiga peluru yang menewaskan Andi Oktiawan. Dari hasil visum, dikatakan jaksa, luka tembak tersebut terdeteksi dua peluru masuk bagian dada depan, dan satu peluru masuk ke bagian pelipis mata kiri.

Rentetan tembakan dari Ipda Elwira, Ipda Yusmin, dan Briptu Fikri, juga menyarangkan tiga peluru yang membuat Faiz Ahmad Syukur tewas. Dari hasil visum, ditemukan dua luka tembak di dada kiri dan satu peluru masuk ke bagian lengan bawah.

Sedangkan lokasi pembunuhan kedua, berada di Km 50+ 200 meter. Dikatakan jaksa, Ipda Yusmin, bersama Ipda Elwira dan Briptu Fikri membawa empat anggota FPI lainnya ke dalam sebuah mobil Xenia B 1519 UTI. Keempat anggota FPI sisa itu, yakni Muhammad Reza (20), Akhmad Sofiyan (26), Muhammad Suci Khadavi Poetra (21), dan Luthfi Hakim (25).

Keempat pemuda tersebut, saat digiring ke dalam mobil polisi, masih dalam kondisi hidup. “Bahwa keempat orang anggota FPI yang dipindahkan ke mobil Xenia B 1519 UTI tersebut, dilakukan dengan cara dimasukkan melalui pintu bagasi belakang, dan diperintahkan agar duduk secara jongkok di atas kursi yang terlibat,” ujar Tadung melanjutkan dakwaannya.

Kata dia, keempat anggota FPI tersebut tak diborgol ataupun diikat. Muhammad Reza duduk jongkok di belakang paling kiri, Akhmad Sofiyan di belakang posisi tengah, Muhammad Suci Khadavi berada di paling belakang di posisi kanan, dan Luthfi Hakim berada di posisi kanan kursi tengah.

Disampingnya, di kursi tengah, membelakangi Reza, Sofiyan, dan Khadavi, ada Briptu Fikri yang mengawasi keempat anggota FPI tersebut. Sementara Ipda Yusmin juga berada dalam Xenia B 1519 UTI tersebut, sebagai pengemudi, ditemani Ipda Elwira yang berada di kursi depan sebelah kiri.

“Bahwa sekira jam 01.50 WIB, terdakwa Ipda Yusmin dan terdakwa Briptu Fikri Ramadhan bersama Ipda Elwira menggunakan mobil Xenia B 1519 UTI membawa empat anggota FPI tersebut, menuju Polda Metro Jaya,” kata Tadung.

Akan tetapi, sebentar kendaraan nahas tersebut jalan, Reza yang duduk jongkok persis di belakang Briptu Fikri dikatakan nekat melakukan penyerangan. “Seketika Muhammad Reza mencekik leher Briptu Fikri,” terang Tadung dalam dakwaannya.

Luthfi Hakim, yang duduk di sebelah Briptu Fikri pun ikut membantu Muhammad Reza. “Luthfi Hakim, berusaha untuk merebut senjata api milik Briptu Fikri,” begitu dalam dakwaan.

Akan tetapi, Tadung mengatakan, upaya merebut senjata itu tak berhasil. Meskipun, dua anggota FPI lainnya, Akhmad Sofiyan dan Suci Khadavi, pun akhirnya turut membantu. “Akhmad Sofiyan dan Muhammad Suci Khadavi Poetra juga turut membantu kedua temannya (Muhammad Reza dan Luthfi Hakim), dengan ikut mengeroyok Briptu Fikri dengan menjambak,” ujar Tadung.

Akan tetapi, serangan empat laskar FPI itu kepada Briptu Fikri tak berhasil merebut senjata. Briptu Fikri, pun meminta tolong, dengan berteriak-teriak kepada Ipda Yusmin dan Ipda Elwira yang berada di kursi depan.

Mendengar teriakan dari Briptu Fikri, kata jaksa, Ipda Yusmin yang sedang menyetir melihat keributan di barisan belakang. Dia memberikan aba-aba kepada Ipda Elwira. Aba-aba tersebut pun direspons Ipda Elwira dengan menembak Luthfi Hakim. “Ipda Elwira menembak Luthfi Hakim, dengan senjatanya sebanyak empat kali,” begitu dalam dakwaan.

Luthfi Hakim pun tewas seketika dengan luka tembak di bagian dada depan dengan jarak dekat. Dikatakan jaksa, tembakan tersebut sampai membuat peluru menembus tubuh Luthfi Hakim dengan bukti adanya bekas hantaman peluru tajam di pintu bagasi belakang Xenia B 1519 UTI.

Kata jaksa Tadung, Ipda Elwira juga yang menembak mati Akhmad Sofiyan. “Ipda Elwira kembali mengarahkan tembakan ke arah Akhmad Sofiyan yang duduk di belakang tengah sebanyak dua kali tembakan,” ujar jaksa. Peluru juga menembus dada Akhmad Sofiyan.

Setelah penembakan membabi-buta yang dilakukan Ipda Elwira, kondisi Briptu Fikri yang sebelum dalam pengroyokan sudah dalam posisi aman terlepas dari cekikan dan jambakan. Tersisa dua anggota laskar FPI yang masih hidup. Yakni, Muhammad Suci Khadavi dan Muhammad Reza.

Keduanya pun dikatakan jaksa sudah tak melakukan perlawanan. Namun, Briptu Fikri juga akhirnya menghabisi nyawa dua laskar FPI tersisa itu. “Entah apa yang ada dalam benak Briptu Fikri, tanpa rasa belas kasihan, dengan sengaja merampas nyawa orang lain,” kata jaksa.

Briptu Fikri, dikatakan jaksa membalikkan badannya mengarah ke kursi belakang tempat Muhammad Reza dan Suci Khadavi berada. “Dengan jarak hanya beberapa sentimeter, menembakkan senjatanya dua kali ke dada Muhammad Reza sampai peluru tertembus ke pintu bagasi belakang. Dan selanjutnya, mengarahkan senjata apinya ke Suci Khadavi, dan menembak sebanyak tiga kali di dada kiri yang juga tertembus,” kata jaksa.

Atas perbuatan Briptu Fikri, Ipda Yusman keduanya dibawa ke pengadilan untuk pertanggungjawaban hukum. Sementara Ipda Elwira, meskipun statusnya adalah tersangka dalam kasus pembunuhan laskar FPI tersebut, tetapi tak diajukan ke pengadilan lantaran sudah dinyatakan tewas akibat kecelakan sebelum kasusnya limpah perkara.

Di pengadilan, tim jaksa penuntut umum, dalam dakwaannya menjerat Ipda Yusman dan Briptu Fikri dengan Pasal 338 dan Pasal 351 ayat (3) KUH Pidana, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana dengan ancaman pidana 15 dan tujuh tahun penjara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement