Jumat 16 Apr 2021 14:47 WIB

Napi Terorisme di Lapas Gunungsindur Tegaskan Setia NKRI

Rata-rata narapidana teroris di Lapas Gunungsindur masih berusia muda.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Bilal Ramadhan
Narapidana tindak pidana teorisme mengucap ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Aula Sahardjo, Lapas Narkotika Kelas IIA Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (15/4/2021). Sebanyak 34 narapidana tindak pidana terorisme mengikuti ikrar setia kepada NKRI sebagai bentuk implementasi hasil akhir program deradikalisasi serta pengikat tekad dan semangat untuk menegaskan bersedia kembali membangun kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai NKRI.
Foto: ANTARA/Humas Kemenkumham
Narapidana tindak pidana teorisme mengucap ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Aula Sahardjo, Lapas Narkotika Kelas IIA Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (15/4/2021). Sebanyak 34 narapidana tindak pidana terorisme mengikuti ikrar setia kepada NKRI sebagai bentuk implementasi hasil akhir program deradikalisasi serta pengikat tekad dan semangat untuk menegaskan bersedia kembali membangun kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai NKRI.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Sebanyak 34 dari 56 narapidana kasus terorisme menyatakan ikrar setia Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Gunungsindur, Kabupaten Bogor, Kamis (15/4).

Narapidana teroris yang menyatakan ikrar tersebut terdiri dari Jamaah Ansori Daukah (JAD) berbagai daerah di Indonesia, hingga simpatisan ISIS. Kepala Kanwil Kemenkumham Jawa Barat, Sujonggo memgatakan, rata-rata narapidana teroris tersebut masih berusia muda.

"Alhamdulillah ini kerjasama Densus 88, BNPT, BIN dan juga pembina agama. Ke-34 itu rata-rata usia muda ada yang dari JAD, ada juga simpatisan ISIS," kata Sujonggo.

Sujonggo menambahkan, pembinaan deradikalisasi ini tidak sampai di sini. Tetapi akan terus dilakukan sampai narapidana tersebut menjalani masa hukuman. Meski pembinaanya terhadap setiap narapidana berbeda-beda.

Sedangkan, lanjutnya, untuk 22 narapidana teroris lain yang belum menyatakan ikrar setia kepada NKRI, masih terus dilakukan pembinaan. Sebab, proses pembinaan kepada setiap narapidana tergantung pads tingkatan paham radikal masing-masing.

"Ini bukan untuk lulus ujian cepet keluar. Yang 22 orang belum, jadi pembinaan ibarat sekolah ada yang cepet membaca 1 bulan atau 2 bulan," jelas Sujonggo.

Sementara itu, Kalapas Narkotika Gunungsindur, Damari mengatakan, proses deradikalisasi yang diberikan kepada narapidana ini bukan waktu yang singkat dan mudah. Para pembina mengalami kendala untuk membuat para narapidana kembali setia pada NKRI.

"Luar biasa sekali. Jangankan ikrar mereka untuk hormat bendera aja gak mau, yang masih radikal dan masih betul-betul militan tentu luar biasa sekali. Mereka pun melawan dengan kita," ucap Damari.

Dia menjelaskan, proses ikrar yang dijalani para narapidana berupa, hormat kepada bendera merah putih, membacakan ikrar sembari diambil sumpah oleh Kementerian Agama, dan menandatangi pernyataan di atas materai. Meski tidak bisa diprediksi apakah para narapidana dapat kembali menjadi radikal, Damari mengatakan, paling tidak para narapidana sudah berucap ikrar, diiringi dengan kegiatan lainnya.

"Satu-satu hormat mencium bendera, tanda tangan, untuk membacakan ikrar satu orang membacakan sambil disumpah oleh kementerian agama dan 33 orang mengikuti. Kami tidak bisa prediksi (kembali radikal), tapi paling tidak meyakini dengan mereka berucap ikrar cium bendera, tanda tangan materai sebagai bentuk keikhlasan untuk kembali," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement