Kamis 07 Jul 2022 17:30 WIB

Ekonom: Minyakita Perlu Dibuat Kemasan di Bawah 1 Liter

Konsumen curah terbiasa membeli minyak goreng dalam jumlah kecil.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Warga mengantre untuk membeli minyak goreng kemasaan rakyat merek Minyakita (ilustrasi).
Foto: Prayogi/Republika.
Warga mengantre untuk membeli minyak goreng kemasaan rakyat merek Minyakita (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program penyediaan minyak goreng curah kemasan sederhana, Minyakita diragukan pedagang maupun industri akan berkelanjutan dan bertahan di pasar. Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah, mengatakan, kemasan Minyakita yang paling kecil 1 liter kemungkinan kurang dapat dijangkau oleh konsumen yang selama ini mengonsumsi minyak goreng curah.

Sebab, konsumen curah merupakan masyarakat kelas menengah ke bawah yang sudah terbiasa membeli minyak goreng dalam jumlah kecil di bawah 1 liter. "Jadi ini kurang cukup untuk bisa memenuhi (kebutuhan) pasar. Kecuali ada seperti kemasan ketengan, itu akan bisa," kata Rusli kepada Republika.co.id, Kamis (7/7/2022).

Baca Juga

Produk Minyakita butuh untuk dapat diterima konsumen. Itu agar para produsen swasta juga tertarik untuk terus memproduksi secara berkelanjutan. "Jadi, kalau pemerintah mau Minyakita berkelanjutan harus ada opsi itu," katanya menambahkan.

Rusli menilai, sebetulnya kebijakan minyak goreng yang ia anggap paling tepat adalah lewat mekanisme pemberian subsidi. Lewat instrumen itu, harga minyak goreng curah dapat ditekan dan terjangkau oleh seluruh masyarakat.

 

Hanya saja, opsi subsidi tak diambil pemerintah. Masyarakat kelas bawah yang tak mampu membeli minyak goreng kemasan premium harus memilih jenis curah dengan pembelian di bawah 1 liter. Bahkan, masih terdapat masyarakat yang memilih mengonsumsi minyak jelantah. 

Oleh sebab itu, Rusli mengatakan, Minyakita yang telah diluncurkan pemerintah harus bisa mengakomodir kebutuhan masyarakat bawah tersebut."Sejauh ini pemerintah memang ada andil? Kecuali kalau kasih subsidi. Ini kan hanya lewat DPO, DMO, kalau tidak mau tidak dikasih ekspor. Malah diancam. Jadi opsti yang perlu diambil harus ada kemasan ketengan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement