Rabu 22 Jun 2011 18:42 WIB

Ridwan Saidi: HUT Jakarta 3 September, Bukan 22 Juni

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Budayawan dan sejarawan Betawi, Ridwan Saidi, mengkritik penyelenggaraan Hari Ulang Tahun Jakarta yang diperingati setiap tanggal 22 Juni karena berdasarkan fakta sejarah, seharusnya 3 September.

"Kita harus mengacu kepada sejarah yang benar, bahwa Jakarta ini ditetapkan sebagai Kota Praja pada tanggal 3 September 1945 oleh Presiden Pertama Republik Indonesia, Bung Karno. Itu hari jadi yang benar," tandasnya di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan hal itu, ketika menjadi pembicara utama bersama Ketua Komite Nasional Pembela Martabat Bangsa, Batara Hutagalung, dan sejarawan JJ Rizal pada diskusi terbatas bertema "Kontroversi Hari Jadi Jakarta" di Fadly Zon Library.

"Hari jadi yang sekarang (22 Juni) itu kan hanya berdasarkan pada pendapat pakar sejarah Prof Dr Husein Jayadiningrat yang memperkirakan bahwa nama Jayakarta diberikan pada bulan Juni tanggal 22 tahun 1527," ungkapnya.

Namun, menurut Ridwan Saidi, Husein Jayadiningrat pun menambahkan dalam tulisannya, "harinya yang pasti kita tidak dapat menentukannya".

Dalam makalah yang disiapkan 'Fadly Zon Library', juga diangkat pendapat dari pakar sejarah lainnya, Prof Mr Dr Sukanto dalam bukunya "Dari Jakarta ke Jayakarta", terbitan 1954.

"Beliau berpendapat, bahwa perubahan nama Jayakarta sebenarnya dilakukan pada 17 Desember 1526. Dan ternyata, Pemerintah Kota Jakarta pada tahun 1956 memutuskan untuk menggunakan pendapat Prof Jayadiningrat, bahwa Hari Jadi Kota Jakarta adalah 22 Juni 1527," demikian cuplikan makalah 'Fadly Zon Library'.

Ridwan Saidi dengan tegas menyatakan, penetapan hari jadi atas dasar pemikiran itu salah. "Soal nama Jayakarta sendiri, telah pernah ada sebagai nama sebuah kecamatan tempat lahirnya salah satu putri Prabu Siliwangi di dekat Kawasan Kuningan. Jadi, tetap kontroversi," katanya.

Sebagai bangsa yang besar, dan menghormati serta menghargai sejarah kebangsaannya, demikian Ridwan Saidi, dirinya tetap menggunakan 3 September 1945 sebagai hari jadi Jakarta, atau saat Bung Karno menetapkan Kota Praja Jakarta.

Apalagi tanggal dan dasar tahun (lahirnya Jakarta) yang dipakai sekarang, menurut para pembicara, berkenaan dengan kisah penghancuran suatu kota atau kerajaan di era Fatahillah (1527). "Kok itu yang dipake'? Hari atau tanggal atau waktu penghancuran kota ditetapkan sebagai 'hari kelahiran'," tandas Ridwan Saidi.

Karena itu, ia berharap ada revisi secara tegas, dan kalau perlu 'revolusi', untuk mengubah segala sesuatu yang tidak beres. "Revolusi itu bukan berarti hancur-hancuran fisik tetapi terkait dengan 'penghancuran' mitos yang tidak benar. Jakarta harus dikembalikan kepada sejarah yang benar," pungkas Ridwan Saidi.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement