Sabtu 02 Jul 2022 10:54 WIB

Legislator Minta Akses Kebutuhan Dasar tak Dipersulit dengan Aplikasi

Penggunaan PeduliLindungi untuk membeli minyak goreng curah membebani masyarakat.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ilham Tirta
Warga memindai kode batang pada aplikasi PeduliLindungi saat membeli minyak goreng curah rakyat (MGCR) di salah satu kios di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Senin (27/6/2022). Pemerintah berencana akan mewajibkan masyarakat menggunakan aplikasi PeduliLindungi atau menunjukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada KTP saat membeli minyak goreng curah rakyat (MGCR) seharga Rp14 ribu per liter mulai pertengahan Juli mendatang. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Warga memindai kode batang pada aplikasi PeduliLindungi saat membeli minyak goreng curah rakyat (MGCR) di salah satu kios di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Senin (27/6/2022). Pemerintah berencana akan mewajibkan masyarakat menggunakan aplikasi PeduliLindungi atau menunjukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada KTP saat membeli minyak goreng curah rakyat (MGCR) seharga Rp14 ribu per liter mulai pertengahan Juli mendatang. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani meminta kebijakan penggunaan aplikasi untuk pembelian kebutuhan dasar ditinjau kembali. Salah satunya adalah penggunaan PeduliLindungi untuk membeli minyak goreng curah.

"Pemberlakuan aturan ini harus dipikirkan kembali. Minyak goreng adalah komoditas primer yang sangat dibutuhkan masyarakat. Proses distribusinya harus praktis dan memudahkan masyarakat. Jangan malah dipersulit," ujar Netty lewat keterangannya, Sabtu (2/7/2022).

Baca Juga

Berdasarkan laporan masyarakat, membeli minyak goreng  curah harga subsidi dengan menggunakan NIK atau KTP  dan kemudian aplikasi PeduliLindungi, membuat mereka   khawatir terjadinya penyalahgunaan data pribadi. Jika dipaksakan, hal tersebut justru akan membebani masyarakat.

"Publik tentu masih ingat perihal info kebocoran data pribadi melalui aplikasi PeduliLindungi. Jadi banyak yang enggan menggunakan aplikasi tersebut," ujar Netty.

Selain itu, gagasan penggunaan aplikasi MyPertamina sebagai syarat mengisi atau membeli bahan bakar akan menyulitkan masyararakat di pelosok. Khususnya yang belum memiliki akses jaringan untuk menggunakan aplikasi.

Padahal, pembelian bahan bakar minyak (BBM) seharusnya dapat dijangkau dan diakses masyarakat dengan mudah dan merata. Sehingga tidak terjadi ketimpangan antara penduduk kota dan desa pelosok.

"Pertimbangkan juga efisiensi waktu saat mengantre di pom bensin. Jangan sampai aktivitas scanning aplikasi membuat antrean padat dan panjang," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement