Rabu 22 Jun 2022 14:37 WIB

Banjir di Bangladesh Memunculkan Peringatan Perubahan Iklim

Pola musim hujan telah bergeser dalam beberapa dekade terakhir.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Dwi Murdaningsih
Orang-orang yang terkena dampak banjir menerima bahan bantuan di Companygonj di Sylhet, Bangladesh, Senin, 20 Juni 2022. Banjir di Bangladesh terus mendatangkan malapetaka pada hari Senin dengan pihak berwenang berjuang untuk mengangkut air minum dan makanan kering ke tempat penampungan banjir di seluruh wilayah utara dan timur laut yang luas di negara itu.
Foto: AP Photo/Mahmud Hossain Opu
Orang-orang yang terkena dampak banjir menerima bahan bantuan di Companygonj di Sylhet, Bangladesh, Senin, 20 Juni 2022. Banjir di Bangladesh terus mendatangkan malapetaka pada hari Senin dengan pihak berwenang berjuang untuk mengangkut air minum dan makanan kering ke tempat penampungan banjir di seluruh wilayah utara dan timur laut yang luas di negara itu.

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Para ilmuwan mengatakan bahwa perubahan iklim kemungkinan telah memperburuk hujan yang menyebabkan bencana banjir di seluruh Bangladesh. Sementara hujan monsun Asia Selatan mengikuti pola atmosfer secara alami, hujan akan menjadi lebih tidak menentu dan deras karena suhu global terus meningkat.

"Jumlah besar curah hujan yang kita lihat sekarang mungkin merupakan dampak perubahan iklim," kata ilmuwan iklim di Indian Institute of Tropical Meteorology Roxy Mathew Koll.

Baca Juga

Diperlukan waktu berbulan-bulan untuk menentukan dengan tepat seberapa besar peran perubahan iklim dalam hujan lebat minggu lalu. Namun, para ilmuwan mencatat, udara yang lebih hangat dapat menampung lebih banyak uap air sebelum awan hujan akhirnya pecah, artinya lebih banyak hujan yang akhirnya turun.

"Angin muson yang kuat di Teluk Benggala dapat membawa lebih banyak uap air," ujar Koll.

Musim monsun Asia Selatan yang terjadi dari Juni hingga September diatur oleh beberapa pola yang tumpang tindih di laut dan atmosfer, termasuk siklus cuaca El Nino-La Nina dan Dipol Samudra Hindia. Saat ini, sistem tersebut mendorong angin barat daya yang kuat di atas Teluk Benggala.

Namun, pola musim hujan telah bergeser dalam beberapa dekade terakhir. Suhu rata-rata untuk Bangladesh telah meningkat setidaknya 0,5 derajat Celcius sejak 1976.

"Alih-alih memiliki hujan sedang yang menyebar sepanjang musim hujan, kami memiliki periode kering yang panjang yang kadang-kadang disertai hujan lebat yang singkat," kata Koll.

"Saat hujan, ia membuang semua kelembapan itu dalam beberapa jam hingga beberapa hari," ujarnya.

Pasukan militer Bangladesh menavigasi perahu melalui air payau untuk menyelamatkan warga yang membutuhkan atau mengirimkan makanan dan air ke beberapa dari 9,5 juta orang yang terdampar pada Selasa (21/6/2022. Para pejabat mengatakan sedikitnya 69 orang meninggal dunia dalam bencana tersebut.

Hujan deras minggu lalu menyebabkan sungai-sungai di Bangladesh meluap. Peristiwa ini terjadi kurang dari sebulan setelah negara bagian Assam, India, dilanda banjir serupa yang dipicu hujan, yang membunuh sedikitnya 25 orang di sana.

Bangladesh dianggap sebagai salah satu negara paling rentan terhadap iklim di dunia. Analisis pada 2015 oleh Institut Bank Dunia memperkirakan, sekitar 3,5 juta orang Bangladesh berisiko mengalami banjir sungai setiap tahun. Banjir juga mengancam pertanian, infrastruktur, dan pasokan air bersih negara.

Ilmuwan iklim di Potsdam Institute for Climate Impact Research and Columbia University Anders Levermann mengatakan, negara-negara di kawasan itu semua menderita jika tidak ada hujan dan tetap merasakan derita jika terlalu banyak hujan. "Apa yang mereka butuhkan adalah curah hujan yang stabil, seperti yang kita alami di masa lalu dan seperti yang terancam sekarang di bawah pemanasan global," katanya. 

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement