Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Meredam Panasnya Pemilu 2024

Politik | Saturday, 18 Jun 2022, 19:55 WIB
Kesejukan berpolitik akan berdampak pada stabilitas nasional. Foto: Republika.co.id

Perhelatan lima tahunan Pemilu di Tanah Air senantiasa diwarnai panasnya kehidupan sosial kita. Meski begitu, semua pihak harus sadar bahwa Pemilu hakikatnya agenda untuk mewujudkan Indonesia modern yang didasari prinsip demokrasi.

Kita semua harus menjadi Pemilu sebagai pesta demokrasi, bukan ajang menjatuhkan. Disebut pesta maka harus berlangsung meriah dan partisipatif, bukan malah menyeramkan. Sejatinya, Pemilu adalah alat mengembangkan pondasi kebangsaan. Polarisasi masyarakat yang terjadi saat ini, harus diakhiri. Masyarakat yang terbelah harus menyadari bahwa Pemilu tidak lepas dari ajang konsolidasi nasional. Tujuannya sama yakni demi Merah Putih.

Konsolidasi menitikberatkan pada proses penyeimbangan di mana pemenang Pemilu akan diseimbangkan oleh oposisi. Tujuannya tidak lain adalah mengembangkan nilai dan praksis demokrasi, penghormatan HAM, keterlibatan sosial masyarakat dan menciptakan keamanan serta keteraturan di seluruh aspek kehidupan bangsa dan negara.

Jika itu yang disadari oleh semua pihak, maka akan terbangun stabilitas nasional. Itu tentunya menjadi penting karena menjamin pertahanan dan keamanan nasional.

Sejumlah partai politik pun sudah memanaskan mesin-mesin politik mereka dengan mengajukan sejumlah nama sebagai capres/cawapres. Mesin parpol itu kian membara dengan ramainya media sosial yang bergunjing tentang nama-nama tersebut. Kita tentu berharap elit-elit politik ini ikut menjaga kesejukan jelang Pemilu 2024.

Kesejukan menjadi penting agar stabilitas negara bisa tercapai. Dalam khasanah keilmuan, ada dua strategi pokok untuk menciptakan stabilitas negara. Pertama, strategi diskursif yakni meliputi pemikiran-pemikiran diskontinuitas historis dan konstitusionalisme yang berfungsi tidak hanya sebagai landasan ideologis, tapi juga sebagai sarana pemaksa. Strategi ini pernah diterapkan di era Orde Baru yang memainkan justifikasi untuk menghalalkan segala cara dengan penindasan fisik, pelarangan dan penggusuran orang-orang yang dianggap berseberangan. Strategi ini lebih mengedepankan stabilitas politik. Tentu, strategi ini tidak bisa diterapkan di era kebebasan berekspresi seperti saat ini.

Kedua, strategi institusional yang mencakup pemikiran stabilitas negara yang kuat diimplementasikan melalui rancangan institusionalitas terhadap organisasi-organisasi sosial politik dan kelompok-kelompok di masyarakat yang memiliki pengaruh besar dalam penggalangan politik seperti partai politik, organisasi massa, kelompok korporasi, kelompok agama dan sebagainya. Dalam strategi ini, dikedepankan keterlibatan dan partisipasi masyarakat untuk menjadikan negara kuat dan berdaulat.

Di era reformasi ini, strategi Orde Baru tidak sesuai diterapkan sekarang ini. Bahkan, pemaksaan kehendak demi stabilitas nasional tidak boleh terulang karena bisa membangkitkan perlawanan rakyat.

Strategi kedua adalah pelibatan kelompok dalam pembangunan nasional. Sejak reformasi, supremasi sipil menjadi hal yang dikedepankan. Bahkan, berhasil mengembalikan militer ke barak dengan dihapusnya dwi fungsi ABRI. Proses politik yang menghadirkan sipil sebagai pemain utama, mendapat tempat. Hal itu tidak lepas dari upaya pengembangan sistem politik yang menjamin partisipasi rakyat untuk bisa menginternalisasikan sistem nilai dasar kebangsaan.

Ini menjadi semangat pemilu yang diselenggarakan setiap lima tahun. Dia adalah sistem demokrasi yang menjadikan rakyat untuk terus bisa memperbaharui konsensus dan nilai-nilai kontemporer. Proses pendewasaan masyarakat untuk memahami bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar. Di dalamnya tinggal beraneka jenis manusia yang terdiri dari banyak agama, suku, bahasa dan adat istiadat. Ini tentu menjadi anugerah yang paling besar dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Kita tidak ingin pemilu menjadi bencana yang mengerikan. Oleh karenanya, semua pihak harus terlibat aktif menjaga penyelenggaraan pesta demokrasi ini berjalan sesuai dengan koridor konstitusi yang telah disepakati.

Kita membutuhkan figur pemimpin yang mampu merumuskan agenda bangsa ke depannya. Selain itu, figur tersebut mendalami permasalahan bangsa, mampu mencarikan solusi tepat, komprehensif dan sesuai dengan tantangan bangsa ke depan.

Figur yang mampu memenuhi hak-hak dasar rakyat yang dijamin konstitusi secara bertahap sesuai dengan kemampuan negara. Tantangan kita dalam hal ini terutama adalah segera memberikan jaminan atas hak dasar rakyat sesuai dengan tahapan yang mampu dilakukan secara bersama. Itu semua akan diperoleh dengan konsolidasi nasional melalui proses pemilu yang telah menjadi konsesus kita bersama untuk mendapatkan pemimpin nasional yang ideal konstitusional. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image