Sabtu 18 Jun 2022 05:50 WIB

Benarkah Kesialan akan Menimpa Saudara Kandung yang Menikah di Bulan Sama?

Rasulullah SAW sangat menentang tasya'um (menganggap sial sesuatu yang baik).

Rep: Andrian Saputra/ Red: Ani Nursalikah
Upacara pernikahan Muslim di Banda Aceh, Indonesia, 24 Mei 2022. Benarkah Kesialan akan Menimpa Saudara Kandung yang Menikah di Bulan Sama?
Foto: EPA-EFE/Hotli Simanjuntak
Upacara pernikahan Muslim di Banda Aceh, Indonesia, 24 Mei 2022. Benarkah Kesialan akan Menimpa Saudara Kandung yang Menikah di Bulan Sama?

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Benarkah bila saudara sekandung menikah di bulan yang sama, maka salah satunya akan mengalami kesialan dalam hidupnya? Pertanyaan seperti ini juga diajukan oleh seorang jamaah kepada pengasuh Majelis Ahbaabul Musthofa Habib Hasan bin Ismail Al Muhdhor dalam program tanya jawab yang disiarkan oleh kanal YouTube resmi Al Wafa Tarim yang diasuh Habib Hasan Al Muhdhor beberapa hari lalu.

Habib Hasan menjelaskan meyakini bila saudara sekandung menikah pada bulan yang sama akan mendatangkan kesialan adalah termasuk tasya'um (menganggap sial sesuatu yang baik). Tasya'um dicela dan dilarang nabi SAW. 

Baca Juga

"Tasya'um itu mengaitkan sesuatu kejadian dengan kejelekan. Seperti ini, kalau nikahnya bareng di bulan yang sama atau satu acara maka salah satunya akan kalah (tertimpa sial). Alquran tidak mengatakan itu, hadits tidak mengatakan itu, ulama Auliya wa shalihin tidak ada yang mengatakan hal itu, ini tasya'um," kata Habib Hasan Al Muhdhor.

Rasulullah SAW sangat menentang tasya'um. Habib Hasan mengatakan pada masa lalu orang-orang Arab jahiliyah tidak mau menikah di bulan Syawal karena berkeyakinan orang yang menikah di bulan Syawal akan mengalami kegagalan. Tetapi Rasulullah menantang itu dengan menikahi sayyidah Aisyah pada bulan Syawal. 

Sedangkan tafa'ul (pengharapan yang baik dari sesuatu yang baik) dipuji Nabi SAW dan diimbau dilakukan umat Muslim. Misalnya, seseorang keluar dari rumah dan mendapati ada fakir miskin kemudian dirinya bersedekah dan bertafa'ul bahwa hal itu menjadi penanda kebaikan atau bertemu dengan ulama saat keluar dari rumah dan bertafaul bahwa hal itu menjadi tanda kebaikan. Maka, menurut Habib Hasan, tidak masalah menghubungkan kebaikan dengan kebaikan seperti contoh tersebut.

"Ketika ada pernikahan dua bersaudara menjadi satu maka ada yang kalah (sial)? Dari mana ini semua. Ini aqidah batil, sangkaan batil yang perlu kita tolak. Jangan dikaitkan sesuatu itu dengan kejelekan, apalagi hal yang indah, pernikahan ini indah," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement