Selasa 14 Jun 2022 16:07 WIB

Kemenkes: Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 di Indonesia Jadi 20 Kasus

Laju kasus subvarian Omicron tersebut bertambah 12 kasus dari laporan sebelumnya.

Ilustrasi. Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Mohammad Syahril melaporkan, jumlah kasus terbaru subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 di Tanah Air hingga Selasa (13/6/2022) siang berjumlah 20 kasus.
Foto: Pixabay
Ilustrasi. Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Mohammad Syahril melaporkan, jumlah kasus terbaru subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 di Tanah Air hingga Selasa (13/6/2022) siang berjumlah 20 kasus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Mohammad Syahril melaporkan, jumlah kasus terbaru subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 di Tanah Air hingga Selasa (13/6/2022) siang berjumlah 20 kasus. Dengan demikian, laju kasus subvarian Omicron tersebut bertambah 12 kasus dari laporan sebelumnya yang berjumlah delapan kasus. 

"Sampai hari ini, ada 20 subvarian Omicron yang terdiri atas dua kasus BA.4 dan 18 kasus BA.5," kata Mohammad Syahril yang dikonfirmasi melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa siang.

Baca Juga

BA.4 dan BA.5 di Indonesia bermula dari laporan empat kasus di Bali pada 6 Juni 2022 dan bertambah empat kasus lagi di Jakarta dalam beberapa hari kemudian. Secara terpisah, Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan laju penularan BA.4 dan BA.5 di Indonesia diperkirakan naik lima kali lipat dalam beberapa hari terakhir.

Informasi terbaru dari European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC) yang dirilis per Senin (13/6/2022) menyebutkan, BA.4 dan BA.5 kali pertama ditemukan di Afrika Selatan pada Januari dan Februari 2022. Menurut Tjandra BA.4 dan BA.5 adalah bagian dari Omicron clade (B.1.1.529). 

 

ECDC meningkatkan klasifikasi BA.4 and BA.5 dari Variants of Interest menjadi Variants of Concern (VOC) pada 12 Mei 2022. "Diperkirakan akan menjadi dominan di Eropa dalam minggu-minggu mendatang," ujarnya.

Tjandra, yang juga mantan direktur penyakit menular WHO Asia Tenggara itu, mengatakan, potensi peningkatan kasus tergantung pada proteksi imunitas yang berkaitan dengan cakupan dan kapan waktu vaksinasi sebelumnya. "Untuk tenaga kesehatan kita sudah di-booster lebih dari 6 bulan yang lalu. Kenaikan kasus juga dipengaruhi landscape dari gelombang yang lalu," katanya.

Secara umum, kata Tjandra, tidak ada bukti ilmiah yang menyebutkan subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 menimbulkan sakit yang lebih parah dari varian pendahulunya. "Tapi harus amat diwaspadai peningkatan hospitalisasi pada mereka yang berusia di atas 60 atau 65 tahun," katanya.

ECDC hingga kini masih mengumpulkan data tentang efektivitas obat monoclonal antibodies (mAb) pada pasien BA.4 dan BA.5. "Tetapi sejauh ini nampaknya efeknya sedikit menurun atau tetap saja," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement