Antisipasi Krisis Pangan, DPR RI: Prioritaskan Pasokan Dalam Negeri

Banyak negara penghasil pangan terkemuka telah menghentikan ekspor pangannya

Selasa , 14 Jun 2022, 05:08 WIB
Petani menyiangi rumput di sela-sela tanaman bawang merah di kawasan pertanian Food Estate lereng gunung Sindoro Desa Bansari, Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (18/11/2021). Food Estate merupakan konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan di suatu kawasan yang bertujuan mengembangkan pertanian nasional yaitu menyediakan pangan untuk seluruh rakyat, meningkatkan kesejahteraan petani dan meningkatkan ekspor.
Foto: Antara/Anis Efizudin
Petani menyiangi rumput di sela-sela tanaman bawang merah di kawasan pertanian Food Estate lereng gunung Sindoro Desa Bansari, Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (18/11/2021). Food Estate merupakan konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan di suatu kawasan yang bertujuan mengembangkan pertanian nasional yaitu menyediakan pangan untuk seluruh rakyat, meningkatkan kesejahteraan petani dan meningkatkan ekspor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi IV DPR RI Edward Tannur menyoroti rencana Indonesia yang akan melakukan ekspor beras ke negara China. Mengingat keadaan dunia saat ini sedang terjadi krisis pangan, Ia pun meminta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo untuk mengamankan kebutuhan nasional saja terlebih dulu sebelum melakukan ekspor.

“Di media kita dengar bahwa Indonesia punya rencana mau ekspor beras ke Cina, saya dalam hati saya pikir, Cina itu tidak kurang beras. Dia punya satu hektar saja, bisa produksi padi itu 12 ton. Kita hanya 5 ton saja, sombong juga kita ini. Jangan, kita amankan saja dulu kita punya kebutuhan nasional,” ujar Edward dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR RI dengan Kementerian Pertanian RI di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (13/6/2022).

Baca Juga

Keadaan dunia saat ini terjadi krisis pangan, bahkan banyak negara-negara penghasil pangan terkemuka sudah mulai menghentikan ekspor pangannya keluar. Karena mereka melihat keadaan krisis pangan yang saat ini terjadi akan berlanjut karena terjadi anomali iklim. Hal ini menyebabkan tidak ada kepastian mengenai produksi pangan.

“Kita boleh merasa yakin, tapi yakin itu harus diikuti dengan kenyataan. Kalau hanya teori, bisa saja orang berteori produksi pangan padi 54 juta ton, 100 juta ton juga bisa. Tapi diliat dari kesiapan kita dilapangan dan kelengkapan alat-alat pertanian, pupuk, dan lain-lain sebagainya faktor-faktor yang turut mempengaruhi produksi pangan,” ujarnya.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini pun meminta Mentan Syahrul untuk melakukan koordinasi dengan bulog terkait stabilisasi pangan. “Jadi, tolonglah Pak Menteri koordinasi dengan bulog, yang stabilisasi pangan ini. Tolonglah dikoordinasi baik-baik, sehingga kita tidak menciptakan permasalahan baru yang timbul di dalam masyarakat,” tegasnya.

Di sisi lain, terkait stabilisasi harga pasca panen saat ini harga beras masih di atas Rp10 ribu sementara harga gabahnya di bawah Rp4 ribu. Hal ini dinilai perlu ditindak lanjuti dan antisipasi. Karena tujuan ekspor beras, untuk kesejahteraan rakyat.

"Kalau rakyat tidak sejahtera, untuk apa kita jual-jual keluar? Hanya masalah gengsi saja kan percuma. Tujuan kita bernegara itu mensejahterakan rakyat dan seluruh tumpah darh Indonesia ini. Jadi kebijakan itu jangan bersifat insidentil, harus bersifat menyeluruh dan berkesinambungan,” imbuhnya.