Jumat 10 Jun 2022 18:46 WIB

Sleman Catat 161 Kasus DBD, Satu Meninggal

Masyarakat harus waspada atas kenaikan kasus DBD.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Petugas melakukan fogging atau pengasapan sebagai langkah pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang sering muncul di musim hujan.
Foto: ANTARA/Ahmad Subaidi
Petugas melakukan fogging atau pengasapan sebagai langkah pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang sering muncul di musim hujan.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman mencatat 161 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai Juni 2022. Terbanyak dicatatkan Kapanewon Mlati 25 kasus, Kapanewon Depok 19 kasus, Kapanewon Prambanan 18 kasus, dan satu kasus meninggal.

Kepala Dinkes Sleman, Cahya Purnama mengatakan, masyarakat harus waspada atas kenaikan kasus DBD karena saat ini memang sudah memasuki musim hujan. Mengingat DBD berbasis lingkungan, perlu pemberdayaan bersama untuk kesehatan lingkungan.

Cahya menekankan, kebersihan lingkungan ini yang harus jadi perhatian seperti lingkungan yang tidak dihuni. Sebab, kebanyakan penyebaran muncul di lingkungan, bukan dalam rumah mengingat sudah banyak terkondisi satu rumah satu jumantik.

"Yang meninggal nanti akan kita lakukan audit, di Mlati, anak delapan tahun," kata Cahya, Jumat (10/6/2022).

Namun, peningkatan kasus DBD memang cukup rutin terjadi di Sleman setiap kali musim hujan tiba. Sebab, tempat-tempat untuk genangan yang ada di lingkungan cukup banyak seperti sampah, botol bekas, ban bekas dan rumah-rumah kosong.

Tidak cuma bangunan yang kondisinya memang kosong, juga rumah berpenghuni tapi hanya ditinggali sesekali satu pekan atau satu bulan saja. Karenanya, ia turut mengimbau agar penghuni kos yang bepergian mengosongkan tempat penampungan air.

"Kalau lupa di situ akan muncul banyak sekali jentik-jentik demam berdarah," ujar Cahya.

Ia berpendapat, program penyebaran nyamuk ber-wolbachia sudah cukup bagus karena kasus yang biasanya sangat tinggi tahun ini bisa ditekan sedemikian rupa, tidak seperti 2-3 tahun lalu. Apalagi, sudah disebar di banyak kapanewon di Sleman.

Cahya berharap, program ini bisa terus dikembangkan karena nyamuk ber-wolbachia bisa menekan laju dari perkembangan DBD di Sleman. Walau masih terus dievaluasi, jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya angka kasusnya turun cukup signifikan.

"Dengan kasus 161 tadi termasuk kecil dibanding 400-500 kasus tahun-tahun lalu," kata Cahya.

Kepada masyarakat, ia mengimbau, menghadapi DBD ini paling penting dilakukan pengendalian lingkungan agar tetap sehat. Kemudian, mengaktifkan lagi gerakan satu rumah satu jumantik untuk bisa menekan potensi penyebaran di rumah-rumah.

Intinya, lanjut Cahya, tetap ada di pemberantasan sarang nyamuk karena dapat memutus rantai penyebaran. Seperti menguras tempat yang jadi induk nyamuk, menutup rapat tempat penampungan air dan menyimpan limbah barang bekas.

Sebab, jika hanya bergantung kepada satu rumah satu jumantik masih belum bisa maksimal menghilangkan potensi dari keberadaan nyamuk-nyamuk tersebut. Selain itu, Dinkes Sleman akan pula melakukan fogging untuk mematikan nyamuk dewasa.

"Kalau pemberantasan sarang nyamuk maksimal lima hari agar tidak jadi nyamuk dewasa," ujar Cahya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement