Rabu 08 Jun 2022 11:13 WIB

Bank Dunia Pangkas Perkiraan Pertumbuhan Global Jadi 2,9 Persen

Invasi Rusia ke Ukraina memperparah dampak ekonomi yang diakibatkan pandemi.

Sejumlah kendaraan melintas dengan latar gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (14/5/2022). Bank Dunia pada Selasa (7/6/2022) memangkas perkiraan pertumbuhan globalnya hampir sepertiga menjadi 2,9 persen untuk 2022.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Sejumlah kendaraan melintas dengan latar gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (14/5/2022). Bank Dunia pada Selasa (7/6/2022) memangkas perkiraan pertumbuhan globalnya hampir sepertiga menjadi 2,9 persen untuk 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Bank Dunia pada Selasa (7/6/2022) memangkas perkiraan pertumbuhan globalnya hampir sepertiga menjadi 2,9 persen untuk 2022. Lembaga itu memperingatkan, invasi Rusia ke Ukraina telah menambah kerusakan akibat pandemi Covid-19 dan banyak negara sekarang menghadapi resesi.

"Perang di Ukraina telah memperbesar perlambatan ekonomi global, yang sekarang memasuki apa yang bisa menjadi periode pertumbuhan yang lemah dan inflasi yang berlarut-larut," kata Bank Dunia dalam laporan Prospek Ekonomi Global, memperingatkan bahwa prospek masih bisa tumbuh lebih buruk.

Baca Juga

Dalam konferensi pers, Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan, pertumbuhan global bisa turun menjadi 2,1 persen pada 2022 dan 1,5 persen pada 2023. Ini mendorong pertumbuhan per kapita mendekati nol jika risiko penurunan terwujud.

Malpass mengatakan, pertumbuhan global sedang dihantam oleh perang, penguncian Covid baru di China, gangguan rantai pasokan dan meningkatnya risiko stagflasi - periode pertumbuhan lemah dan inflasi tinggi yang terakhir terlihat pada 1970-an. "Bahaya stagflasi cukup besar hari ini," tulis Malpass dalam kata pengantar laporan tersebut.

photo
Seorang pria berdiri melihat sebuah bangunan yang hancur selama serangan, di Borodyanka, di pinggiran Kyiv, Ukraina, Sabtu, 4 Juni 2022. - (AP/Natacha Pisarenko)

"Pertumbuhan yang lemah kemungkinan bertahan sepanjang dekade karena investasi yang lemah di sebagian besar dunia. Dengan inflasi yang sekarang berjalan pada level tertinggi selama beberapa dekade di banyak negara dan pasokan diperkirakan tumbuh lambat, ada risiko bahwa inflasi akan tetap lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama."

Antara 2021 dan 2024, laju pertumbuhan global diproyeksikan melambat sebesar 2,7 poin persentase, kata Malpass, lebih dari dua kali perlambatan yang terlihat antara 1976 dan 1979.

Laporan tersebut memperingatkan, kenaikan suku bunga yang diperlukan untuk mengendalikan inflasi pada akhir 1970-an begitu curam sehingga memicu resesi global pada 1982, dan serangkaian krisis keuangan di pasar negara-negara emerging market dan berkembang.

Ayhan Kose, direktur unit Bank Dunia yang menyiapkan prakiraan tersebut, mengatakan kepada wartawan, ada "ancaman nyata" bahwa pengetatan kondisi keuangan yang lebih cepat dari perkiraan dapat mendorong beberapa negara ke dalam jenis krisis utang yang terlihat pada 1980-an.

Meskipun ada kesamaan dengan kondisi saat itu, ada juga perbedaan penting, termasuk kekuatan dolar AS dan harga minyak yang umumnya lebih rendah, serta neraca yang umumnya kuat di lembaga keuangan besar.

Untuk mengurangi risiko, kata Malpass, pembuat kebijakan harus mengoordinasikan bantuan untuk Ukraina, meningkatkan produksi pangan dan energi, dan menghindari pembatasan ekspor dan impor yang dapat menyebabkan lonjakan harga minyak dan pangan lebih lanjut.

Dia juga menyerukan upaya untuk meningkatkan pengurangan utang, memperingatkan bahwa beberapa negara berpenghasilan menengah berpotensi berisiko; memperkuat upaya penanggulangan Covid-19 dan mempercepat transisi ke ekonomi rendah karbon.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement