Selasa 07 Jun 2022 18:35 WIB

60 Persen Yahudi Israel Inginkan Segregasi dengan Warga Palestina

Ada penurunan diskriminasi di warga Yahudi terhadap warga Arab tapi tidak sebaliknya

Pendukung Hamas mengibarkan bendera Palestina selama protes terhadap pawai bendera Israel untuk menandai Hari Yerusalem, hari libur Israel merayakan penaklukan Kota Tua Yerusalem selama perang Timur Tengah 1967, di kamp pengungsi Jebaliya, Jalur Gaza utara, Ahad, 29 Mei , 2022.
Foto: AP/Adel Hana
Pendukung Hamas mengibarkan bendera Palestina selama protes terhadap pawai bendera Israel untuk menandai Hari Yerusalem, hari libur Israel merayakan penaklukan Kota Tua Yerusalem selama perang Timur Tengah 1967, di kamp pengungsi Jebaliya, Jalur Gaza utara, Ahad, 29 Mei , 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Sebuah studi yang dilakukan Israeli Democracy Institute (IDI) mengungkapkan, 60 persen orang Yahudi Israel menginginkan segregasi dengan warga Palestina yang tinggal di Israel. Hasil survei yang sudah dilakukan sejak Maret lalu itu lebih besar dibandingkan riset IDI tentang hal serupa pada 2021.

Studi terbaru IDI itu dipimpin Dr Tamar Herman. Menurut dia, hasil dari studi tersebut menunjukkan gambaran yang kompleks. "Telah terjadi penurunan keinginan di antara orang Yahudi (Israel) untuk tinggal di dekat orang Arab atau mengizinkan mereka membeli tanah di luar kotamadya Arab," ucapnya dikutip laman Middle East Monitor, Senin (6/6/2022).

Namun eskalasi baru-baru ini di Yerusalem dan Tepi Barat, kata Herman, tidak mengganggu keinginan kedua kelompok untuk berbagi tempat kerja. Hasil studi IDI juga menunjukkan adanya penurunan persepsi diskriminasi di kalangan Yahudi terhadap warga Arab. Namun hal sebaliknya justru dirasakan orang Arab.

“Di antara orang Arab, telah terjadi intensifikasi rasa diskriminasi mereka sebagai kolektif, yang bertentangan dengan melemahnya persepsi diskriminasi ini di antara orang-orang Yahudi. Yang pertama menunjukkan peningkatan keinginan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, dan di antara orang-orang Yahudi hasrat penolakan untuk berbagi hak istimewa itu dengan mereka," ucap Herman.

Hampir tidak ada perubahan dalam tingkat dukungan untuk hidup terpisah di antara responden Arab, yang merupakan 20 persen dari populasi Israel. Data IDI merupakan bagian dari studi "Kemitraan Terbatas", yang meneliti hubungan Yahudi-Arab di Israel, dan melibatkan 760 responden Yahudi serta Arab.

Hasil survei datang bersamaan dengan jajak pendapat baru-baru ini yang dilakukan kelompok riset Kongres Israel. Hasil studi menemukan bahwa ketidakpercayaan dan permusuhan antara orang Arab serta Yahudi di Israel meningkat.

Menurut jajak pendapat kelompok riset Kongres Israel, kecurigaan antar-populasi tercermin dalam kegiatan rutin sehari-hari. Sebanyak 34 persen orang Yahudi dan 55 persen orang Arab mengungkapkan bahwa mereka telah mengubah gaya hidup mereka dalam beberapa cara sejak kerusuhan di kota-kota campuran selama Israel menyerang Gaza tahun lalu.

“Peristiwa Mei 2021 meninggalkan jejak yang dalam pada publik Arab dan Yahudi, dan meningkatkan ketakutan dan permusuhan antara penduduk bahkan lebih di kota-kota yang terlibat,” kata Direktur Jenderal Kongres Israel, Dr Adv Gilad Weiner.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement