Selasa 28 Jun 2022 00:05 WIB

Kisah Jabir Ibn Abdullah dan Kedermawanan Rasulullah SAW yang Luar Biasa

Jabir merupakan putra dari seorang syahid dalam perang Uhud.

Ilustrasi Sahabat Nabi. Kisah Jabir Ibn Abdullah dan Kedermawanan Rasulullah SAW yang Luar Biasa
Foto: MgIt03
Ilustrasi Sahabat Nabi. Kisah Jabir Ibn Abdullah dan Kedermawanan Rasulullah SAW yang Luar Biasa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasulullah SAW memiliki salah seorang sahabat yang bernama Jabir Bin Abdullah. Jabir merupakan sahabat yang sangat mencintai Rasulullah SAW. Meski tergolong masih muda, namun semangatnya untuk selalu bersama Rasulullah SAW sangat tinggi.

Jabir merupakan putra dari seorang syahid dalam perang Uhud, Abdullah bin 'Amr. Sahabat Nabi SAW yang banyak meriwayatkan hadits ini lahir di kota Yastrib (Madinah) pada 15 tahun sebelum Rasulullah SAW melakukan hijrah. Dia memeluk Islam sejak kecil ketika dia mengikuti Bai'at 'Aqabah Kedua dengan ayahnya.

Baca Juga

Ketika sang ayah bergabung dengan tentara Muslim dalam perang Uhud, Jabir diminta tetap tinggal di Madinah untuk mengurus keluarga. Abdullah memiliki banyak anak perempuan, karena itu dia memerintahkan putra satu-satunya itu untuk merawat mereka dan tidak ikut berperang. Dalam perang yang menghasilkan kekalahan di tangan kaum Muslim itu, sang ayah menjadi syuhada.

Jabir yang kala itu usianya belum mencapai 20 tahun, begitu sedih dengan wafatnya sang ayah sekaligus kebingungan . Sebab, dia harus merawat saudara perempuannya dan juga membayar utang ayahnya. Kekhawatirannya itu tidak luput dari perhatian Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW pun bertanya perihal kesedihan Jabir.

 

Jabir lantas menceritakan masalahnya, bahwa sang ayah yang telah syahid meninggalkan banyak anak dan utang yang besar. Nabi SAW pun menghiburnya dengan mengatakan ayahnya termasuk di antara para syuhada dan membacakan firman Allah dari surat 3 ayat 169, yang berbunyi, "Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki."

Hati Jabir pun menjadi lega ketika mendengar ayat-ayat tersebut. Jabir kemudian menikahi seorang janda yang lebih tua darinya, dengan harapan istrinya bisa membantunya membesarkan adik-adik perempuannya dengan lebih baik.

Namun, ia masih memiliki kekhawatiran lantaran harus melunasi utang-utang ayahnya. Apalagi, para penagih utang terus-menerus datang ke rumah dan tidak memberinya waktu lagi. Sementara itu, ayahnya tidak meninggalkan kekayaaan kecuali kebun kurma yang kecil, yang akan menghasilkan hampir tidak cukup buah untuk memberi mereka makan.

Jabir kemudian berpikir untuk kembali meminta bantuan Rasulullah SAW, sebab beliau tidak pernah menolak membantunya. Jabir pun menceritakan keluh kesahnya tersebut, bahwa kebun kurma dan buahnya bahkan tidak akan bisa melunasi sebagian dari utang.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement