Selasa 31 May 2022 16:08 WIB

Ilmuwan China Ingin Menghancurkan Satelit Starlink Milik Elon Musk, Kenapa?

Jaringan internet Starlink ditengarai bisa melacak drone bahkan rudal hipersonik.

Rep: MGROL136/ Red: Dwi Murdaningsih
Roket SpaceX Falcon 9 lepas landas dalam misi membawa satelit Starlink, Rabu malam, 28 April 2021, dari Kompleks 40 di Stasiun Angkatan Luar Angkasa Cape Canaveral, di Florida, seperti yang terlihat di sini dari Sand Point Park dengan Jembatan Max Brewer di latar depan .
Foto: AP/Malcolm Denemark/Florida Today
Roket SpaceX Falcon 9 lepas landas dalam misi membawa satelit Starlink, Rabu malam, 28 April 2021, dari Kompleks 40 di Stasiun Angkatan Luar Angkasa Cape Canaveral, di Florida, seperti yang terlihat di sini dari Sand Point Park dengan Jembatan Max Brewer di latar depan .

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ilmuwan China ingin menghancurkan sistem satelit Starlink milik Elon Musk. Para peneliti menekankan adanya "potensi militer besar" Starlink. Ilmuwan menganggap China perlu membuat tindakan pencegahan untuk memantau atau bahkan menghancurkan mega konstelasi satelit yang sedang berkembang. 

Penelitian mereka diterbitkan dalam jurnal China Modern Defense Technology bulan lalu. Diketahui, perusahaan SpaceX milik Musk telah membangun Starlink, jaringan internet satelit broadband yang berupaya menyediakan konektivitas internet ke klien di mana pun di dunia (selama mereka memiliki parabola Starlink untuk terhubung ke satelit). 

Baca Juga

Sejak satelit Starlink pertama diluncurkan pada 2019, SpaceX telah meluncurkan lebih dari 2.300 lebih ke orbit rendah Bumi. Ada total 42.000 satelit direncanakan untuk mega konstelasi besar.

Menurut akademisi China, potensi kemampuan militer konstelasi dapat digunakan untuk melacak rudal hipersonik, secara drastis meningkatkan kecepatan transmisi data drone AS dan pesawat tempur siluman, atau bahkan menabrak dan menghancurkan satelit China. 

Beberapa kali China nyaris celaka dengan satelit Starlink. China pernah mengadu  kepada PBB tahun lalu untuk memprotes bahwa stasiun luar angkasa negara itu terpaksa melakukan manuver darurat pada Juli dan Oktober 2021 untuk menghindari "kontak dekat" dengan satelit Starlink.

Para peneliti, yang dipimpin oleh Ren Yuan Zhen, seorang peneliti di Institut Pelacakan dan Telekomunikasi Beijing, yang merupakan bagian dari Pasukan Dukungan Strategis militer China, menulis dalam makalahnya bahwa "kombinasi metode pembunuhan lunak dan keras harus diadopsi untuk membuat beberapa Satelit Starlink kehilangan fungsinya dan menghancurkan sistem operasi konstelasi." 

Senjata luar angkasa dibagi menjadi dua kategori: hard kill dan soft kill. Senjata pembunuh keras, seperti rudal, secara fisik menyerang target mereka. Sedangkan senjata pembunuh lunak, seperti jammer dan senjata laser, tidak.

China sudah memiliki sejumlah cara untuk menonaktifkan satelit. Menurut Departemen Pertahanan Amerika Serikat, ini termasuk jammer gelombang mikro yang dapat mengganggu komunikasi atau menggoreng komponen listrik.

Laser resolusi milimeter yang kuat yang dapat menangkap gambar resolusi tinggi dan sensor satelit buta; senjata siber untuk meretas jaringan satelit; dan rudal anti-satelit jarak jauh (ASAT) untuk menghancurkan mereka. 

Namun, para peneliti percaya bahwa metode ini, yang bekerja melawan satelit individu, tidak akan cukup untuk menghentikan Starlink.

Masih belum jelas apa langkah-langkah ini akan dilakukan. China harus membuat satelit mata-matanya sendiri untuk mengintai Starlink dengan lebih baik, serta teknik baru dan lebih baik untuk meretas sistemnya dan cara yang lebih efisien untuk menjatuhkan banyak satelit di jaringan.. 

Ini bisa berarti penggunaan laser, senjata gelombang mikro, atau satelit kecil untuk mengerumuni satelit Starlink. China juga berencana untuk bersaing langsung dengan Starlink dengan meluncurkan jaringan satelitnya sendiri. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement