Ahad 29 May 2022 00:26 WIB

China dan Rusia Veto Sanksi PBB terhadap Korea Utara

Rancangan sanksi PBB untuk larangan ekspor tembakau dan minyak ke Korea Utara

Red: Nur Aini
Pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), ilustrasi
Foto: AP Photo/John Minchillo
Pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- China dan Rusia menggunakan hak veto mereka untuk menggagalkan upaya pimpinan Amerika Serikat agar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kembali menjatuhkan serangkaian sanksi terhadap Korea Utara atas peluncuran terbaru balistik.

Tindakan China dan Rusia pada Kamis (26/5/2022) memperlihatkan perpecahan di Dewan Keamanan PBB untuk pertama kalinya sejak Dewan mulai menjatuhkan sanksi terhadap Pyongyang pada 2006. Berbeda dengan China dan Rusia, 13 anggota lainnya Dewan Keamanan menyatakan mendukung resolusi yang disusun AS tersebut.

Baca Juga

Rancangan resolusi itu berisi usulan untuk menerapkan larangan ekspor tembakau dan minyak ke Korut, negara pimpinan Kim Jong-un, sang perokok berat. Rancangan itu juga akan menempatkan Lazarus ke dalam daftar hitam. Kelompok peretas itu dikatakan AS punya hubungan kuat dengan Korut.

Pemungutan suara di Dewan Keamanan tersebut dilakukan satu hari setelah Korut menembakkan tiga peluru kendali, termasuk benda yang diyakini sebagai rudal balistik antarbenua (ICBM) pascakunjungan Presiden AS Joe Biden ke Asia. Peluncuran rudal-rudal itu merupakan yang terbaru dilakukan tahun ini serta pelanggaran atas larangan yang ditetapkan Dewan Keamanan.

Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan kepada Dewan, "Penerapan sanksi baru terhadap Korea Utara mengarah ke jalan buntu."

Duta Besar China untuk PBB Zhang Jung mengatakan sanksi tambahan terhadap Korut tidak akan membantu keadaan dan hanya akan meningkatkan "efek negatif dan konfrontasi." Dalam 16 tahun terakhir ini, Dewan Keamanan telah dengan suara bulat terus-menerus meningkatkan sanksi untuk memutus kemampuan Pyongyang mendanai program senjata nuklir dan rudal balistik. Dewan terakhir kali mengetatkan sanksi terhadap Pyongyang pada 2017. Sejak itu, China dan Rusia kerap mendorong negara-negara agar melonggarkan sanksi atas alasan kemanusiaan.

Korut menghentikan perundingan setelah tiga kali pertemuan antara Kim Jong Un dan presiden AS saat itu, Donald Trump, tidak membuahkan hasil. China sudah mendesak AS untuk mengambil langkah, termasuk mencabut beberapa sanksi sepihak, agar Pyongyang mau kembali melakukan perundingan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement