Sabtu 28 May 2022 03:15 WIB

Laporan Departemen Keamanan Publik Texas dan Polisi Berbeda Soal Penembakan

Laporan resmi terbaru dari DPS terkait penembakan berbeda tajam dari laporan polisi

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Korban penembakan massal di Texas, AS
Foto: VOA
Korban penembakan massal di Texas, AS

REPUBLIKA.CO.ID, TEXAS -- Kebijakan keamanan di sekolah dasar di Texas dan tanggapan penegak hukum dipertanyakan, setelah terjadi penembakan di Robb Elementary School yang menewaskan 19 siswa dan dua orang guru. Laporan resmi terbaru dari Departemen Keamanan Publik Texas (DPS) terkait penembakan massal yang terjadi pada Selasa (24/5/2022), berbeda tajam dari laporan awal polisi.

Sekolah di Uvalde, Texas, yang terletak sekitar 130 kilometer sebelah barat San Antonio, memiliki kebijakan tetap untuk mengunci semua pintu masuk, termasuk pintu kelas sebagai tindakan keamanan.  Tetapi seorang siswa mengatakan kepada Reuters, beberapa pintu dibiarkan tidak terkunci pada hari penembakan untuk memungkinkan para orang tua hadir dalam acara hari penghargaan.

Kronologi baru mencatat, beberapa jam setelah video rekaman penembakan muncul orang tua siswa yang tampak putus asa berada di luar Robb Elementary School. Mereka memohon kepada petugas untuk menyerbu gedung. Petugas juga menahan beberapa ayah siswa agar tidak masuk ke gedung sekolah ketika terjadi penembakan.

Juru bicara DPS, Victor Escalon mengatakan, pria bersenjata yang diidentifikasi sebagai Salvador Ramos (18 tahun) berjalan tanpa hambatan ke halaman sekolah setelah menabrak sebuah truk pick up di dekatnya.  Pembantaian dimulai 12 menit kemudian.

Laporan awal polisi mengatakan bahwa, Ramos sempat dihadang oleh petugas polisi sekolah saat dia berlari menuju sekolah. Sebaliknya, Escalon mengatakan, tidak ada petugas bersenjata yang hadir ketika Ramos tiba di sekolah.

Tersangka menabrakkan truk pick up miliknya sekitar pada pukul 11:28 waktu setempat, dan menembaki dua orang di rumah duka di seberang jalan. Dia kemudian memanjat pagar ke properti sekolah dan berjalan ke salah satu bangunan melalui pintu belakang yang tidak terkunci pada pukul 11:40 waktu setempat.

"Dua petugas yang merespons memasuki sekolah empat menit kemudian, tetapi mereka berlindung setelah Ramos menembakkan beberapa peluru ke arah mereka," kata Escalon.

Penembak kemudian masuk ke kelas empat dan mulai menembak secara brutal. Sebagian besar korbannya berusia antara 9 tahun dan 10 tahun. Pelaku berada di dalam kelas empat selama satu jam, sebelum tim taktis Patroli Perbatasan AS menerobos ruangan dan menembaknya.

"Petugas melaporkan mendengar setidaknya 25 tembakan datang dari dalam kelas di awal pengepungan," ujar Escalon.

Interval selama satu jam sebelum patroli perbatasan menyerbu pelaku, bertentangan dengan pendekatan yang diadopsi oleh banyak lembaga penegak hukum untuk segera menghadapi "penembak aktif" di sekolah agar menghentikan pertumpahan darah.

Ketika ditanya apakah polisi seharusnya masuk secara massal lebih cepat, Escalon menjawab, "Itu pertanyaan yang sulit". Dia menambahkan bahwa pihak berwenang akan menawarkan lebih banyak informasi saat penyelidikan berlanjut.  

Escalon menggambarkan adegan kacau setelah baku tembak awal, dan petugas meminta bantuan serta mengevakuasi siswa dan staf.  Dalam satu video yang diunggah di Facebook oleh seorang pria bernama Angel Ledezma, terlihat menerobos garis kuning polisi dan meneriaki petugas untuk masuk ke gedung.

"Sudah satu jam, dan mereka masih belum bisa mengeluarkan semua anak," kata Ledezma dalam video tersebut.  

Video lain yang diunggah di YouTube menunjukkan, petugas menahan setidaknya satu orang dewasa.  Seorang wanita terdengar berkata, "Mengapa membiarkan anak-anak mati? Ada penembakan di sana."  "Kami menyuruh orang-orang masuk untuk mendapatkan anak-anak". Kemudian seorang petugas memberikan pemberitahuan bahwa polisi sedang berupaya menanganinya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement