Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Setelah Pandemi, Bagaimana Pendidikan Berbasis Teknologi Digital?

Teknologi | Thursday, 26 May 2022, 11:52 WIB
Model pembelajaran dipengaruhi dengan semakin canggihnya teknologi informasi. Negara harus tanggap terhadap realita bagaimana anak-anak kita belajar di masa depan.

Pandemi Covid-19 bisa dibilang semakin mereda. Akibatnya, kegiatan belajar mengajar di sejumlah sekolah sudah mulai normal. Jam masuk sudah seperti sebelumnya, datang pagi dan pulang siang atau sore. Kondisi yang berbeda dua tahun belakangan, ketika angka kematian dan penularan Covod-19 begitu menakutkan di Tanah Air. Semua sekolah memberlakukan pembelajaran jarak jauh. Kegiatan belajar mengajar benar-benar mengandalkan teknologi digital berbasis internet.

Pendiri Zoom yang digandrungi saat pandemi, mencetak laba hingga Rp35 triliun pada 2020 silam. Tidak heran, bagaimana aplikasi ini benar-benar memudahkan semua aktivitas sosial, mulai dari belajar, meeting, pengajian, arisan hingga kongkow-kongkow tidak jelas. Muncul diksi baru saat pandemi dengan istilah "nge-zoom".

Zoom, G-meet dan sejumlah aplikasi lainnya merupakan implementasi dari teori teknologi pendidikan yang revolusioner. Dinamika kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (saintek) begitu cepat dan arus globalisasi informasi dan komunikasi sangat deras. Teori pendidikan usang perlahan akan tersingkirkan karena menuntut adanya penyesuaian perkembangan zaman.

Menurut pakar Teknologi Pendidikan Prof. Timothy J. Newby, media pembelajaran dibagi menjadi enam bagian yaitu teks, visual, audio, video, obyek nyata atau model dan multimedia. Sebelum internet mudah dan murah, ragam media pembelajaran itu bersifat parsial artinya tidak konvergen. Media teks tidak bisa menampilkan audio, begitu sebaliknya. Media video tidak bisa berbasis teks. Namun, seiring dengan pesatnya teknologi informasi, semua ragam media pembelajaran itu pun mengalami konvergensi.

Aplikasi pembelajaran yang kian canggih menyatukan teks, video, audio dan video. Bahkan, virtual reality yang sempat booming membuat media pembelajaran mengubah teori-teori menjadi obyek nyata. Teknologi VR ini memudahkan peserta didik untuk memahami apa yang dipelajarinya, mulai dari mengenal dinosaurus, anatomi tubuh manusia, mengenal sebuah wilayah dan sebagainya. Bahkan, teknologi VR ini mewujudkan guru dan siswa bertemu dan berinteraksi di ruang virtual. Meski di dunia nyata, mereka berada di tempat yang berjauhan.

Kecanggihan teknologi pembelajaran ini tidak lepas dari visi pendidikan global. Model pendidikan tradisional yang mengandalkan pertemuan face to face menunjukkan pergeseran yang hebat. Pendidikan online telah membawa dampak perubahan yang menantang. Lahirnya kecenderungan baru seperti bersekolah di rumah (home schooling), belajar mandiri (self study) dan pendidikan jarak jauh (distant learning) telah menjadi kebanggaan tersendiri dan dipandang sebagai model pendidikan bergengsi.

Pemanfaatan media sosial dan sejumlah aplikasi yang bisa didapat dengan mudah dan murah (bahkan ada yang gratis) menjadi tradisi baru. Rumah pun berubah fungsi menjadi sekolah, ini benar-benar dirasakan saat pandemi Covid-19 melanda dunia. Siswa belajar dengan layar monitor di hadapannya.

Perubahan zaman ini tentunya membutuhkan dukungan dari Pemerintah dan semua pihak. Negara harus tanggap membaca bagaimana revolusi digital membawa pengaruh besar dalam bagaimana anak-anak kita belajar. Kita berharap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (pelopor Gojek) lebih mendorong lagi pendidikan yang aspiratif terhadap perkembangan zaman. Dengan demikian, pendidikan berbasis teknologi digital tidak usai seperti pandemi Covid-19 yang juga kian selesai. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image