Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rizza Khalimatu Maghfiroh

Feminisme dalam Islam dan Perspektifnya dalam Memahami Permasalahan HAM

Eduaksi | Tuesday, 24 May 2022, 16:58 WIB

Islam dan Feminisme, Feminisme Dalam Islam

https://mahardhika.org/wp-content/uploads/2020/10/Banner-Website19.png

Islam merupakan agama yang lengkap dan sempurna,tidak hanya memberi panduan agar selamat di dunia dan akhiran, namun Islam juga mengajarkan mengenai kehidupan sehari-hari termasuk dalam pembagian peran antara laki-laki dan perempuan. Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan ditengah masyarakat dikenal dengan istilah Feminisme. Istilah ini datang dari negara-negara barat, dimana istilah ini digunakan para perempuan untuk menuntut kesamaan hak dan keadilan dengan laki-laki. Istilah ini pun selain digunakan dalam sebuah pergerakan dan juga falsafah moral.

Istilah Feminisme secara umum yaitu merupakan sebuah paham yang menyatakan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Feminisme juga sering diartikan sebagai gerakan emansipasi wanita yang menyuarakan tentang perbaikan kedudukan perempuan dan menolak berbedaan derajat antara laki-laki dan perempuan. Namun, Feminisme dalam Islam jelas berbeda dengan konsep atau pandangan feminis yang berasal dari Barat, khususnya yang ingin menempatkan laki-laki sebagai lawan perempuan. Feminisme Islam berupaya untuk memperjuangkan hak-hak kesetaraan perempuan dengan laki-laki yang terabaikan di kalangan tradisional konservatif.

Islam memang tidak mengenal istilah Feminisme baik di Al-quran maupun hadist. Namun tentu saja agama Islam telah mengatur adanya kesetaraan gender atau kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan sedemikin rupa. Dan dalam Al-quran atau dalam islam yang lebih dikenal dengan kesetaraan gender telah diatur dalam QS A-quran yaitu yang ada pada QS Al-Hujarat Ayat 13 :

يُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artimya : “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan jenis kelamin, ras, suku maupun etnis, sebab semua manusia dimata Allah kedudukannya sama. Secara gender Allah tidak menganggap laki-laki lebih tinggi derajatnya daraipada perempuan maupun sebaliknya. Dalam Islam yang membedakan derajat manusia hanyalah seberapa banyak ilmu dan amalan baik yang dimilikinya.

Sebagai agama yang sempurna Islam sejak dulu telah memiliki pandnagan tersendiri terkait kesetaraan gender ini. Mengenai kesetaraan gender ini dalam agama Islam memang jauh berbeda dengan teori Feminisme yang ada. Namun, dalam Islam sendiri ada banya contoh perempuan pada zaman nabi yang bila dijajarkan dengan teori Feminisme yang datang dari negara barat itu, sangatlah smaa dan benar-benar bahwa di Islam itu ada yang namanya kesetaraan gender, perempuan itu merdeka sesungguhnya. Sebut saja Siti Khadijah, mungkin jika dalam istilah Islam Feminisme ada, dan Siti Khadzijah mungkin akan dijuki sebagai wanita Feminisme. Mengapa demikian? Karena Siti Khadzijah sendiri merupakan salah satu perempuan pekerja keras, beliau merupakan seorang jana pengusaha kaya. Bahkan beliau sendiri menjadi orang yang membantu secara materi dalam perang membantu suaminya. Dari situlah dapat disimpulkan bahwa Siti Khadzijah merupakan wanita karir bukan hanya laki-laki yang dapat atau bisa melakukan hal tersebut namun perempuan juga.

Perspektif Feminisme dalam Memahami Permasalahan Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia merupakan sebuah hak moral utama seorang manusia agar dapat hidup secara manusiawi. 1 Selain itu juga penjelasan mengenai HAM tertulis pada Deklarasi Universal HAM yang didefinisikan sebagai hak yang melekat pada setiap individu manusia sehingga keberadaannya dilakukan secara layak tanpa membedakan seks, ras, warna kulit, bahasa, agama, politik, kewarganegaraan, kekayaan, atau identitas apapun yang melekat pada dirinya. Dengan adanya perkembangan terkait dengan konsepsinya, HAM kemudian menjadi landasan di kehidupan manusia yang diterapkan ke dalam konsep hukum tertulis pada berbagai deklarasi dan konvensi yang ada di dunia. Salah satu penerapan HAM tersebut adalah dengan lahirnya Universal Declaration of Human Rights pada 10 Desember 1948 yang kemudian ditetapkan oleh PBB di mana HAM bersifat universal dan telah disepakati bersama.

Masalah feminisme ini bukan hanya mengangkat permasalahn kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan, namun juga isu seperti fenomena Human Trafficking atau penjualan manusia. Responses Feminisme disini sangatlah membantu Dalam kenyataannya, perempuan rentan menjadi korban trafficking. Kerentanan ini tidak dapat dilepaspisahkan dari soal ketidakadilan gender (gender inequalities). Gender inequalities dalam praksisnya telah mendepak kaum perempuan menuju sebuah zona yang mandul, dalam arti ruang bagi perempuan dibatasi sedemikian rupa sehingga mereka menjadi mudah diperalat. Pertama, marginalisasi (penyingkiran, pendepakan) kaum perempuan baik dalam bidang karya, kehidupan keluarga, status sosial, peran politik, maupun keagamaan. Kedua, subordinasi (perendahan) kaum perempuan, seperti anggapan bahwa perempuan memiliki kecerdasan yang lebih rendah dari laki-laki, sehingga muncul kesan bahwa perempuan merupakan sosok yang kurang berarti keberadaannya. Ketiga, stereotip (penyamarataan) yang negatif seperti wanita diidentikkan sebagai sosok pesolek yang mencari perhatian dan memancing daya tarik atau memantik nafsu laki-laki. Keempat, violence (kekerasan) yang dialami perempuan, seperti pelecehan seksual, pemerkosaan, pemukulan, penyiksaan, dan menjadikan perempuan sebagai buruh kasar atau budak. Kelima, beban kerja yang terlalu berat, seperti menganggap perempuan bertanggung jawab terhadap segala bentuk pekerjaan domestik, misalnya mengurus rumah, mengasuh anak, dan mengelola kebun.

Setelah mengalami 5 (lima) bentuk ketidakadilan ini, secara logis memberi jawaban mengapa perempuan rentan menjadi korban trafficking. Dalam banyak aspek mereka dilemahkan, sehingga dengan demikian gampang untuk direkrut, diangkut, ditampung, dijual atau dieksploitasi. Sampai pada titik ini, jati diri feminisme tentu ditantang. Bagaimana feminisme bersikap?. Feminisme mesti mempresentasikan jati dirinya. Adapun upaya yang menjadi sasaran feminisme dalam menyudahi gender inequalities yang berujung pada trafficking, secara garis besar sebagai berikut. Pertama, feminisme membongkar kultur klasik. Feminisme berusaha untuk melihat kembali nilai-nilai tradisional secara baru atau praktik-praktik yang kelihatannya diterima begitu saja dari waktu ke waktu. Feminisme menentang nilai-nilai tradisional menyangkut kedua jenis seks, khususnya nilai-nilai maskulin dan kekuasaan pria dalam masyarakat patriarkat.

Penulis :

Rizza Khalimatu Maghfiroh (Mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unissula)

Dr. Ira Alia Maerani (Dosen FH Unissula)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image