Kamis 19 May 2022 19:32 WIB

Larangan Ekspor CPO Dicabut, Petani: Terima Kasih Pak Jokowi

Larangan ekspor CPO mulai diterapkan sejak 28 April 2022.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Minyak kelapa sawit (CPO). Sejumlah organisasi petani sawit menyampaikan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo atas dicabutnya larangan ekspor CPO setelah dilarang sejak akhir April lalu.
Minyak kelapa sawit (CPO). Sejumlah organisasi petani sawit menyampaikan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo atas dicabutnya larangan ekspor CPO setelah dilarang sejak akhir April lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah organisasi petani sawit menyampaikan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo atas dicabutnya larangan ekspor minyak sawit (CPO) setelah dilarang sejak akhir April lalu.

Organisasi itu di antaranya Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Apkasindo Perjuangan, Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi), Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir, Perkumpulan Forum Petani Kelapa Sawit Jaya Indonesia (Popsi), Serikat Petani Indonesia (SPI), serta Jaringan Petani Sawit Berkelanjutan Indonesia (Japsbi).

Baca Juga

Ketua Umum Apkasindo Perjuangan Alpian Arahman, mengatakan dengan di bukanya Kembali ekspor CPO, akan menormalisasi tataniaga sawit  petani sawit di seluruh Indonesia. Pasalnya, akibat larangan ekspor, sempat mengalami masalah.

Baik dari sisi harga yang turun drastis hingga Rp 2.000 per kg hingga pembatasan pembelian TBS yang terjadi di Sumatera, Kalimantan dan juga Sulawesi.

Sementara itu, Ketua Umum Popsi, Pahala Sibuea mendukung langkah Presiden Joko Widodo untuk melakukan pembenahan regulasi di lembaga BPDPKS.

"Sebab, kami juga melihat BPDPKS menjadi salah satu kunci untuk perbaikan pada tata keloa sawit di Indonesia. Misalnya BPDPKS itu harus fokus mendukung kelembagan-kelembagan petani sawit di seluruh Indonesia," katanya.

Pahala juga menyingung, selama ini BPDPKS banyak di manfaatkan hanya untuk kepentingan konglomerat biodiesel. Hal itu bisa di lihat dari dana BPDPKS Rp 137,283 triliun yang di pungut sejak tahun 2015 hingga 2021 mayoritas sekitar 80,16 persen hanya untuk subsidi biodiesel yang dimiliki oleh konglomerat sawit. Sementara, yang diterima petani sawit hanya sebesar 4,8 persen melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

Adapun, Ketua Umum Fortasbi, Narno, berharap setelah pencabutan ekspor CPO maka tata kelola sawit yang harus di perhatikan oleh pemerintah dengan adanya dukungan kepada kelembagaan petani sawit.

Ia mengatakan, petani juga ingin memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit untuk minyak goreng dengan memanfaatkan dana sawit yang dikelola oleh BPDPKS.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement