Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Menjadi Bangsa yang Terdidik

Eduaksi | Monday, 16 May 2022, 23:11 WIB
Proses panjang pembentukan karakter individu melalui pendidikan. UU telah mengamanatkan seluruh lapisan masyarakat wajib mendapatkan pendidikan berkualitas.

Tantangan Indonesia bukan semata mengejar pertumbuhan ekonomi. Namun bagaimana agar manusia Indonesia bisa terdidik, tercerdaskan, dan tercerahkan. Untuk mencapai hal itu, kestabilan menjadi sebuah elemen penting yang harus dijaga. Faktor pendidikan dalam kedaulatan negara menjadi strategis. Pada dasarnya, pendidikan adalah rekayasa sosial yang secara sistematis dan sistemik dikembangkan untuk memajukan suatu bangsa sesuai konsensus nasional yang dicita-citakan.

Pendidikan sebagai rekayasa sosial mengindikasikan adanya fleksibilitas dan kreativitas. Sedangkan konsensus meniscayakan komitmen dan kebersamaan. Rekayasa melahirkan keberagaman bentuk model, pendekatan, strategi dan kelembagaan. Dalam konteks pendidikan nasional, terbuka ruang inovasi tetapi tetap dalam kerangka tujuan pendidikan nasional.

Pendidikan tidak hanya melalui jalur formal, melainkan bisa didapat dari luar sekolah. Tidak hanya untuk keluarga kaya, melainkan mereka yang hidup di bawah garis kemisikinan, harus mendapatkan fasilitas pendidikan memadai. Oleh sebab itu, UU Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan agar pendidikan bisa menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Ada pembentukan karakter dan pembiasaan individu yang didapat dari proses pendidikan demi terwujudnya bangsa yang terdidik.

Pembentukan kebiasaan melalui pendidikan dapat dilakukan melalui tiga langkah. Pertama, pembentukan cara berpikir (mindset) dan wawasan cara pandang (worldview). Mindset dan worldview terkait dengan pembentukan pemahaman, kesadaran dan pengalaman terhadap satu hal. Mengapa satu hal harus dilakukan dan mengapa harus ditinggalkan, itu menjadi sebuah pilihan. Worldview berhubungan dengan "mengapa" dan mindset terkait "jalan" yang ditempuh anak manusia.

Pembiasaan melalui proses pendidikan menjadi keharus untuk mendapatkan mindset dan worldview yang benar tentang kehidupan. Pembiasaan demikian tidak sepenuhnya tergantung "faktor luar" (sesuai aliran behaviourisme) melainkan "faktor dalam" sebagaimana teori kognitivisme dan konstruksivisme. Untuk menjadi bangsa yang mau, masyarakat harus mau berubah dari mindset negatif ke alam pikir rasional.

Kedua, pembentukan pembiasaan dapat dilakukan dengan membiasakan diri melakukan sesuatu dengan rutin dan konsisten. Ibaratnya, setelah tahu teori, maka individu harus praktik atas yang diketahuinya. Dengan demikian, pendidikan tidak hanya berdiri atas teori-teori di alam pikirnya, melainkan juga bermanfaat bagi kehidupan, minimal untuk dirinya sendiri, dalam kesehariannya.

Ketiga, pembentukan karakter melalui pengembangan "hidden curriculum". Keseluruhan lingkungan pendidikan adalah kurikulum. Bagaimana interaksi antar manusia, pendidik dengan pendidik, pendidik dengan peserta didik, antar peserta didik dan seluruh interaksi antar manusia lainnya adalah bagian tidak terpisahkan. Perilaku menjadi bagian yang tidak boleh diabaikan dalam proses pendidikan. Orientasi berlebihan terhadap pencapaian kurikulum, kelulusan ujian hingga keterampilan motorik, tidak boleh meninggalkan faktor perilaku individu dalam proses pendidikannya.

Menjadi bangsa terdidik pada hakikatnya sebuah proses panjang yang melibatkan semua pihak. Konsensus nasional menjadi tujuan bahwa pendidikan harus mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat dan berilmu. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image