Senin 09 May 2022 18:43 WIB

Serikat Pekerja Sri Lanka Tuntut Reformasi 

Pekerja akan melakukan demonstrasi di tempat kerja mereka di seluruh Sri Lanka.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Pendukung pemerintah Sri Lanka bersorak setelah merusak lokasi protes anti-pemerintah di luar kediaman perdana menteri di Kolombo, Sri Lanka, Senin, 9 Mei 2022.
Foto: AP Photo/Eranga Jayawardena
Pendukung pemerintah Sri Lanka bersorak setelah merusak lokasi protes anti-pemerintah di luar kediaman perdana menteri di Kolombo, Sri Lanka, Senin, 9 Mei 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Serikat-serikat pekerja di Sri Lanka memulai “Pekan Protes” untuk menuntut reformasi dan pengunduran diri Presiden Gotabaya Rajapaksa, Senin (9/5/2022). Saat ini negara tersebut tengah dibekap krisis ekonomi akut.

Aktivis serikat pekerja Saman Rathnapriya mengungkapkan, aksi protes dan demonstrasi akan digelar sepanjang pekan ini. Dia mengatakan, terdapat lebih dari 1.000 serikat pekerja yang telah bergabung dalam gerakan Pekan Protes. Mereka mewakili bidang kesehatan, pelabuhan, pendidikan, dan sektor jasa utama lainnya.

Baca Juga

Rathnapriya mengatakan, selama sepekan, para pekerja akan melakukan demonstrasi di tempat kerja mereka masing-masing di seluruh negeri. Sementara pada akhir pekan, mereka akan menggelar unjuk rasa besar-besaran di gedung parlemen, menuntut pencopotan Presiden Gotabaya Rajapaksa dan kabinet barunya.

Saat ini Sri Lanka tengah menghadapi krisis ekonomi akut. Selama beberapa bulan terakhir, warga di sana harus mengantre berjam-jam untuk membeli bahan bakar minyak, gas untuk memasak, bahan makan, serta obat-obatan yang sebagian besar diimpor. Kurangnya mata uang keras telah menghambat Sri Lanka mengimpor bahan mentah untuk manufaktur. Inflasi memburuk dan melonjak menjadi 18,7 persen pada Maret lalu.

Kondisi tersebut mendorong warga Sri Lanka turun ke jalan dan menggelar demonstrasi besar-besaran sejak Maret. Bulan itu, harga barang-barang di sana naik 19 persen atau merupakan yang tercepat di Asia. Dalam aksinya, warga menuntut Presiden Gotabaya Rajapaksa dan keluarganya yang memegang posisi strategis di pemerintahan untuk mundur dari jabatannya. Posisi perdana menteri di Sri Lanka diketahui dijabat kakak laki-laki Gotabaya, yakni Mahinda Rajapaksa.

Sekelompok warga telah mendirikan tenda-tenda di seberang kediaman Mahinda. Mereka turut mendesaknya untuk mundur. Warga Sri Lanka menghendaki tak ada lagi unsur Rajapaksa di pemerintahan. Sejauh ini, Rajapaksa bersaudara menolak seruan untuk mundur.

Kendati demikian, tiga dari lima anggota keluarga Rajapaksa yang duduk di parlemen telah mengundurkan diri pada April lalu. Baru-baru ini Kementerian Keuangan Sri Lanka mengumumkan bahwa cadangan devisa yang dapat digunakan telah anjlok di bawah 50 juta dolar AS.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement