Senin 09 May 2022 08:11 WIB

Siapa Leni Robredo, Pesaing Terkuat Marcos Jr dalam Pilpres Filipina?

Selama masa kampanye, Robredo banyak mengandalkan keuletan pendukungnya.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Basilio Sepe/ZUMA Press/picture alliance
Basilio Sepe/ZUMA Press/picture alliance

Sebagai satu-satunya kandidat perempuan dari 10 calon presiden Filipina, Leni Robredo adalah rintangan terakhir dan sekaligus terbesar bagi Ferdinand Marcos Jr dalam misinya menguasai Istana Malacanang.

Namun berbeda dengan pemilihan wakil presiden 2016, kali ini Robredo harus melangkahi perbedaan suara yang lebih besar untuk bisa menyusul rival politiknya itu. Marcos Jr diunggulkan kuat di berbagai jajak pendapat untuk memenangkan pemilu kepresidenan pada 9 Mei 2022 ini.

Serangan bertubi-tubi dari Presiden Rodrigo Duterte, yang pernah menyebut Robredo sebagai perempuan "berotak kacau”, dan kampanye sengit media sosial oleh Marcos Jr turut menggerogoti lonjakan popularitas sang kandidat progresif.

Janjinya "mengalahkan gaya politik yang kuno dan busuk,” di sistem demokrasi yang dikuasai dinasti politik dan pengusaha, beresonansi dengan kelompok pro-demokrasi di Filipina. "Saya sering dianggap lemah karena saya seorang perempuan, tapi saya tidak pernah takut menghadapi tantangan,” kata Robredo, Februari silam

"Saya menawarkan kepemimpinan yang bisa dipercaya, kompeten, tekun dan bisa diandalkan. Anda tidak akan dibodohi, Anda tidak akan dirampok, Anda tidak akan ditinggalkan,” kata dia. "Di 2022 ini, pejuang terakhir masih akan merupakan seorang perempuan.”

Tragedi mengarahkan karier politik

Selama masa kampanye, Robredo banyak mengandalkan keuletan pendukungnya untuk berkeliling dari pintu ke pintu menjaring pemilih. Strategi tersebut terbukti berhasil mencuatkan elektabilitasnya dari posisi buncit ke peringkat kedua dengan 23 persen, di bawah Marcos Jr yang mengumpulkan 52 persen suara, dalam survei teranyar Pulse Asia.

Gaya kampanye Robredo mengingatkan orang kepada gerakan rakyat menyukseskan pencalonan bekas Presiden Corazon Aquino pada 1986, yang mengarah pada kejatuhan diktator Ferdinand Marcos.

Serupa Aquino yang kehilangan suaminya setelah dieksekusi mati oleh pemerintah pada 1983, Robredo juga mendasarkan karier politiknya pada tragedi pribadi. Jesse Robredo, bekas anggota kabinet Presiden Beigno Aquino, meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat pada 2012.

Setelah Robredo dipilih sebagai wakil presiden 2016, Marcos Jr menghabiskan lima tahun di pengadilan untuk membatalkan kemenangan rivalnya itu.

Dia banyak mendulang simpati setelah menggunakan anggarannya yang kecil sebagai wapres untuk memberi bantuan sosial bagi warga miskin, membiayai program pemberdayaan perempuan atau membantu korban bencana alam.

Bergantung pada mobilisasi pemilih

Hubungannya dengan Presiden Duterte meregang sejak Robredo mengritik perang melawan narkoba yang dilancarkan pemerintah. Permusuhannya dengan Marcos Jr juga semakin menguat ketika dia menolak usulannya memindahkan jenazah bekas diktator Marcos ke taman makan pahlawan.

Sejumlah analis menilai Robredo tidak memiliki karakter sengit, seperti yang dituntut pemilih Filipina terhadap kandidat perempuan. Dia juga dikritik karena dinilai telat mendaftarkan pencalonan diri.

Marcos Jr sebaliknya memperkuat pencalonannya dengan menjalin aliansi politik dengan klan Duterte, yakni dengan meminang putri tertua, Sara Duterte-Carpio, sebagai calon wakil presiden.

Satu-satunya peluang bagi Robredo bergantung pada tingkat partisipasi yang tinggi di kalangan pemilih progresif di Filipina. Dia mengajak pendukungya "menyambut semua orang” dalam menjaring pemilih baru."Masa depan negeri ini berada di tangan kita,” kata dia.

rzn/vlz (ap,afp)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement