Sabtu 23 Apr 2022 04:27 WIB

Trivago Didenda Rp450 Miliar di Australia karena Iklan Menyesatkan Soal Tarif Hotel Termurah

Trivago Didenda Rp450 Miliar di Australia karena Iklan Menyesatkan Soal Tarif Hotel T

Red:
Trivago Didenda Rp450 Miliar di Australia karena Iklan Menyesatkan Soal Tarif Hotel Termurah
Trivago Didenda Rp450 Miliar di Australia karena Iklan Menyesatkan Soal Tarif Hotel Termurah

Perusahaan pemesanan hotel global online Trivago telah dikenai denda A$45 juta (sekitar Rp450 miliar) karena membuat iklan yang mengatakan bisa mendapatkan kamar hotel dengan harga terbaik.

Trivago dikenai denda di Australia setelah dua tahun lalu pengadilan federal di Canberra memutuskan perusahaan tersebut melanggar UU Perlindungan Konsumen di Australia.

Selain denda, Trivago juga harus membayar semua ongkos perkara dari pihak Komisi Perlindungan Konsumen dan Persaingan Australia (ACCC) yang mengajukan kasus tersebut atas nama konsumen yang dirugikan.

Dalam keputusan yang dikeluarkan hari Jumat (22/04) Hakim Mark Moshinsky mengatakan ada perbedaan besar antara mereka yang terlibat dalam kasus tersebut mengenai jumlah denda yang pantas, setelah ACCC mengatakan paling tidak denda yang harus dibayar adalah A$90 juta sementara Trivago mengatakan hanya sekitar A$15 juta.

Dalam menentukan keputusan akhir terkait besaran denda, Hakim Moshinsky mengatakan pelanggaran yang dilakukan Trivago adalah hal yang "sangat serius."

"Iklan televisi yang dibuat Trivago di masa-masa awal sangat menyesatkan," kata Hakim Moshinky.

"

"Dalam iklan, situs Trivago diperlihatkan dengan cepat dan mudah akan memberikan harga kamar hotel terbaik ketika konsumen melakukan pencarian, tetapi pada kenyataannya situsnya tidaklah demikian.

"

"Dari daftar yang  muncul, 66,8 persen harga kamar hotel yang lebih mahal berada di posisi tertinggi dibandingkan harga kamar yang lebih murah."

Bagaimana Trivago menyesatkan konsumen

Ketika Hakim Moshinsky memutuskan bahwa Trivago melanggar hukum perlindungan konsumen dalam keputusannya di tahun 2020, dia mengatakan bahwa 'kenyataan bahwa Trivago mendapat bayaran dari hotel yang memasang iklan tidak disampaikan dengan jelas."

Hampir dalam semua pencarian, hotel yang muncul di posisi paling teratas bukanlah yang memberikan harga terbaik atau termurah.

Trivago mempromosikan hotel yang membayar paling tinggi untuk perusahaan tersebut.

Konsumen juga mendapatkan informasi yang menyesatkan ketika  melakukan perbandingan harga dalam istilah yang disebut 'strike through.'

Sebagai contoh, Trivago memuat tarif hotel seharga A$420 dan kemudian setelah proses 'strike thorugh' harganya menjadi A$299.

"Informasi ini tidak benar karena sering kali yang dibandingkan adalah tarif kamar mewah dengan tarif kamar biasa," kata Kepala ACCC Rod Sims di tahun 2018 sebelum berhenti dari jabatannya.

"Proses itu seolah-olah menunjukkan penurunan harga dari kamar mewah dan turun menjadi kamar biasa, dan memberikan kesan konsumen akan mendapatkan diskon besar dengan harga kamar tersebut."

Konsumen dirugikan sekitar Rp300 miliar

Hakim Moshinsky menambahkan bahwa iklan yang menyesatkan tersebut terjadi hampir selama tiga tahun, sehingga sejumlah besar konsumen yang menggunakan jasa situs tersebut dirugikan karena 93 persen pencarian diarahkan ke tawaran 'harga terbaik.'

"

"Ada sekitar 57 juta klik untuk tawaran harga terbaik untuk hotel yang dipilih konsumen yang sebenarnya bukan harga termurah di hotel tersebut," kata Hakim.

"

Trivago mendapatkan penghasilan sekitar A$92 juta dolar dari pemesanan yang dilakukan konsumen berdasarkan informasi yang menyesatkan tersebut.

Secara total penghasilan Trivago dalam masa 3 tahun ketika iklan tersebut ditayangkan adalah A$4178 juta.

Menurut Hakim, pendapatan Trivago akan berkurang antara A$53 juta sampai A$58 juta bila konsumen memilih harga kamar hotel termurah yang tersedia.

Menurut pengadilan, diperkirakan konsumen harus membayar sampai sekitar A$30 juta lebih banyak untuk hotel mereka bila mereka tidak memilih opsi termurah dan hanya mengikuti apa yang disarankan oleh Trivago.

"Apa yang dilakukan Trivago menyebabkan konsumen Australia mengalami kerugian sekitar A$30 juta dan tidak ada kompensasi yang diberikan. Dalam pandangan saya, ini mengharuskan adanya hukuman yang berat," kata Hakim.

Dalam pembelaannya, Trivago mengatakan bahwa 75 persen dari pendapatan mereka di Australia digunakan untuk biaya iklan sehingga keuntungan mereka dalam kurun 2017-2020 "sedikit atau bahkan negatif."

Menurut Trivago, keuntungan maksimal dari tindakan tersebut hanya sekitar A$3 juta (sekitar Rp30 M), dari keseluruhan keuntungan sekitar A$6,7 juta antara tahun 2017-2019.

Menanggapi keputusan denda tersebut Trivago mengatakan "kecewa dengan keputusan pengadilan."

Dalam pernyataannya, perusahaan tersebut mengatakan "akan segera bergerak maju dan melanjutkan untuk membantu jutaan warga Australia menemukan tarif akomodasi yang bagus."

"

"Setelah keputusan awal yang memberikan petunjuk bagaimana situs kami harus memberikan informasi di Australia, Trivago dengan cepat mengubah situs dan mengikuti keputusan pengadilan."

"

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement