Perbedaan Imsak dan Puasa

Rep: Ali Yusuf/ Red: Ani Nursalikah

Sabtu 25 Apr 2020 12:43 WIB

Perbedaan Imsak dan Puasa Foto: Foto : MgRol_94 Perbedaan Imsak dan Puasa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rukun kedua dalam ibadah puasa adalah imsak yang artinya menahan diri dari segaal hal yang membatalkan puasa. Ahmad Zarkasih dalam bukunya Amalam Ramadhan menyampaikan perbedaan imsak dan puasa.

Puasa dan imsak adalah dua kata yang memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan antara puasa dan imsak adalah sama-sama tindakan untuk tidak makan, minum serta meninggalkan segala hal yang merupakan larangan ketika berpuasa. Dalam hal yang satu ini, puasa dan imsak tidak berbeda.

Baca Juga

"Perbedaan antara keduanya adalah pada masalah niatnya. Puasa memang pada hakikatnya adalah berimsak, namun imsak dalam puasa harus didahului atau setidaknya diiringi dengan niat berpuasa," katanya.

Ahmad Zakarsih menuturkan, orang yang tidak makan atau minum sejak subuh hingga maghrib bisa disebut berimsak, namun belum tentu bisa untuk disebut berpuasa. Sebab bisa saja dia memang tidak berniat puasa.

"Maka bisa kita simpulkan bahwa puasa adalah imsak yang disertai niat. Tapi imsak belum tentu puasa," katanya.

Mengenai waktu imsak, seluruh ulama sepakat waktu mulainya orang berimsak, yakni menahan diri segala hal yang membatalkan puasa itu sejak munculnya fajar shadiq alias waktu subuh. Itu adalah waktu imsak yang sebenanrnya. 

Maka, ketika masuk waktu subuh, orang yang sudah berniat sebelumnya dari malam hari, statusnya ketika itu berubah menjadi shaim alias orang yang berpuasa yang terlarang memasukkan segala sesuatu ke dalam rongga tubuh yang terbuka secara sengaja. 

Dalilnya Alquran Surah Al-Baqarah 187 yang artinya. "Makan dan minumlah sampai jelas untuk kalian garis putih di antara garis hitam di waktu fajar." Hal itu semakin jelas kalau melalui hadits, "Bilal mengumandangkan adzan pada suatu malam. Maka Rasulullah SAW bersabda, ”Makan minumlah kalian sampai Ibnu Ummi Maktum adzan. Karena dia tidak akan adzan kecuali setelah terbitnya fajar shadiq”. (HR. Bukhari).

Ahmad Zarkasih menuturkan, waktu imsak yang populer di kalangan kebanyakan Muslim Indonesia adalah 10 menit sebelum masuk waktu subuh. Dan itu sudah sangat masyhur sekali. 

Padahal kata dia, bukanlah itu waktu sebenarnya imsak, kalau dilihat dari makna imsak itu sendiri. Karena makna imsak adalah menahan, dan waktu menahan itu mulai ketika waktu subuh bukan 10 menit sebelumnya. Dan itu adalah waktu yang masih dibolehkan untuk makan dan minum. 

"Tapi kemudian, ini bisa dipahami dan maklumi, bahwa adalah imsak yang mana itu 10 menit sebelum adzan subuh adalah sebagai kehati-hatian, dan juga persiapan," katanya.

Dan ternyata Nabi SAW pun tidak benar-benar menahan atau imsak di waktu subuh. Nabi SAW justru sudah berhenti makan dan minum sebelum waktu subuh datang. Dan itu jelas terbukti dalam beberapa riwayat, dari Anas r.a., dari Zaid bin Tsabit r.a., beliau berkata: “Kami sahur bersama Nabi, lalu kami beranjak menuju sholat (subuh), Anas bertanya: “Berapa jarak keduanya? (antara sahur dan sholat)”. Beliau mengatakan “Sekitar bacaan qur’an 50 ayat”. (HR al-Tirmidzi).

"Itulah kenapa kemudian ada beberapa atau bahkan banyak ulama membuat waktu persiapan untuk imsak sebagai bentuk hati-hati agar masuk ke dalam waktu puasa dan ia sudah benar-benar siap," katnya.

Sementara waktunya adalah 10 menit sebelum adzan, mengacu kepada berhentinya Nabi maka minum sebelum waktu subuh sekitar bacaan 50 ayat. Seluruh ulama sepakat waktu berakhirnya imsak, yakni waktu berakhirnya puasa adalah masuknya malam hari. 

Dan masuknya malam hari itu ditandai dengan terbenamnya matahari, pada waktu itulah waktu maghrib. Jadi waktu maghrib adalah awal mula malam, dan waktu itu orang berpuasa sudah selesai dalam puasa hari itu. Ini sebagaimana diinformasikan oleh Nabi.

"Nabi SAW. bersabda: jika waktu malam datang di sini, dan siang hari berakhir di sini, terbenam matahari. Orang yang berpuasa berbuka. (HR Muslim).

Namun sebagai kehati-hatian, dan untuk memastikan malam benar-benar datang, Imam Nawawi; salah seorang ulama al-Syaf’iyyah yang masyhur, dalam kitabnya, al-Majmu mewajibkan kita untuk menahan sejenak sekadar memastikan waktu malam benar-benar datang sebelum berbuka.