Selasa 19 Apr 2022 17:27 WIB

Kasus Mafia Minyak Goreng, Ini Empat Tersangka yang Ditetapkan Kejagung

Satu dirjen di Kemendag dan tiga dari produsen minyak goreng ditetapkan tersangka.

Rep: Bambang Noroyono / Red: Andri Saubani
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardahana (kiri) memakai rompi tahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemberian izin fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) 2021-2022 oleh Kejaksaan Agung pada Selasa (19/4/2022). Kasus ini menurut Kejagung yang menyebabkan minyak goreng mengalami kelangkaan dan kenaikan harga yang tidak wajar.
Foto: Pusat Penerangan Hukum Kejagung
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardahana (kiri) memakai rompi tahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemberian izin fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) 2021-2022 oleh Kejaksaan Agung pada Selasa (19/4/2022). Kasus ini menurut Kejagung yang menyebabkan minyak goreng mengalami kelangkaan dan kenaikan harga yang tidak wajar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) menetapkan empat orang tersangka terkait dugaan praktik mafia minyak goreng. Keempat tersangka tersebut, adalah Indrasari Wisnu Wardahana (IWW), Stanley MA (SMA), Master Parulian Tumanggor (MPT), dan Pierre Togar Sitanggang (PT). Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan, keempat tersangka tersebut menjadi salah satu penyebab kelangkaan, dan pelambungan harga tinggi minyak goreng di pasaran sejak Januari 2021 sampai Maret 2022. 

Burhanuddin mengungkapkan, IWW ditetapkan tersangka selaku pejabat negara eselon satu yang menduduki kursi Direktorat Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag). Sementara SMA, ditetapkan tersangka selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG). MPT, ditetapkan tersangka selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia. Dan PT, ditetapkan tersangka selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas. 

Baca Juga

Burhanuddin menegaskan, penetapan keempat tersangka ini bakal berlanjut dengan pengungkapan aktor-aktor lain penyebab kelangkaan, dan kenaikan harga tinggi minyak goreng di masyarakat. Burhanuddin menjanjikan penyidikan yang tuntas terkait dengan ‘permainan’ kotor dalam industri crude palm oil (CPO) dan turunannya, salah satu komoditas krusial bagi masyarakat tersebut.

“Hari ini, adalah langkah hadirnya negara untuk mengatasi, dan membuat terang apa yang sebenarnya terjadi tentang kelangkaan, dan kenaikan harga minyak goreng yang terjadi sejak akhir 2021 lalu,” begitu kata dia, saat konfrensi pers di Gedung Kejakgung, Jakarta, Selasa (19/4).

Burhanuddin menerangkan, peran keempat tersangka dalam kasus ini. Dari hasil penyidikan terungkap, adanya komunikasi antara perusahaan-perusahaan produsen CPO dan turunannya itu, dengan pihak-pihak di Kemendag. Komunikasi tersebt, meminta agar Kemendag, memberikan, dan menerbitkan izin ekspor terhadap sejumlah produsen CPO, dan eksportir minyak goreng.

Menurut Jaksa Agung, diketahui para perusahaan pemohon izin ekspor tersebut, tak menjalankan perintah undang-undang, dan aturan pemerintah tentang syarat, dan kewajiban korporasi dalam produksi CPO, dan turunanya. Padahal, perintah dalam aturan tersebut, syarat utama dalam penerbitan izin ekspor.

Burhanuddin melanjutkan, pihak-pihak perusahaan tak mengindahkan syarat pendistribusian CPO, dan turunannya agar sesuai dengan harga penjualan di dalam negeri (DPO). Juga, kewajiban perusahaan mendistribusikan 20 persen hasil produksi minyak goreng sebagai salah satu turunan CPO, untuk diedarkan memenuhi kebutuhan rakyat di pasar dalam negeri.

“Adanya permufakatan jahat antara pemohon, dan pemberi izin, dalam proses persetujuan ekspor tersebut. Dan dikeluarkannya izin ekspor kepada eksportir CPO dan turunannya, yang seharusnya itu ditolak,” begitu kata Jaksa Agung.

Burhanuddin mengungkapkan, dalam kasus ini, tersangka SMA, MPT, dan PT mewakili perusahaan masing-masing, menjalin pembicaraan dengan IWW selaku penyelenggara negara di Kemendag. Komunikasi tersebut, terkait dengan pemberian izin ekspor yang tidak seharusnya dterbitkan. 

“Perbuatan tersangka IWW sebagai pejabat eselon satu telah menerbitkan secara melawan hukum persetujuan ekspor terkait komoditas CPO, dan produk turunanya kepada Permata Hijau Group, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Indonesia Asahan, dan PT Musim Mas,” begitu kata Burhanuddin.

Jaksa Agung menerangkan, untuk sementara perbuatan para tersangka itu melanggar Pasal 54 ayat (1) a, dan ayat 2 a,b,e, dan f Undang-undang (UU) 7/2014 tentang Perdagangan. Namun, kata Burhanuddin, dalam proses penyidikan, diyakini, ada terjadi praktik suap, dan gratifikasi dalam pemberian izin ekspor tersebut. 

“Yang sementara kita tetapkan tersangka ini, adalah terkait dengan perbuatan, dan tindakan melawan hukumnya. Kita masih mendalami tentang adanya dugaan-dugaan suap, maupun gratifikasi terkait kasus ini,” kata Burhanuddin menambahkan.

Sampai saat ini, kata dia, penyidikan berjalan baru memeriksa sebanyak 19 saksi-saksi, dan pendalaman sebanyak 519 dokumen-dokumen izin ekspor. “Siapa pun yang terlibat, dan jika kita temukan ada alat-alat bukti yang cukup, kita akan tindak tegas. Saya pastikan, tidak memandang siapapun, jika ada keterlibatan, dan alat bukti, saya tidak akan segan,” tegas Burhanuddin.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement