Selasa 19 Apr 2022 13:37 WIB

Presiden Sri Lanka Akui Buat Krisis Ekonomi

Rajapaksa mengatakan pemerintah seharusnya mendekati IMF sejak awal krisis.

Rep: Dwina Agustin/Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa
Foto: AP Photo/Eranga Jayawardena
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa mengakui membuat kesalahan yang menyebabkan krisis ekonomi terburuk di negara itu dalam beberapa dekade, Senin (18/4/2022). Dia berjanji untuk memperbaiki kondisi yang sudah terjadi.

"Hari ini, orang-orang berada di bawah tekanan besar akibat krisis ekonomi ini. Saya sangat menyesali situasi ini," kata Rajapaksa.

Baca Juga

Rajapaksa membuat pengakuan saat berbicara dengan 17 menteri Kabinet baru yang ditunjuk. "Selama dua setengah tahun terakhir kami menghadapi tantangan besar. Pandemi Covid-19, serta beban utang, dan beberapa kesalahan di pihak kami," katanya.

"Mereka perlu diperbaiki. Kita harus memperbaikinya dan bergerak maju. Kita perlu mendapatkan kembali kepercayaan rakyat," ujarnya.

Rajapaksa mengatakan pemerintah seharusnya mendekati Dana Moneter Internasional (IMF) sejak awal untuk membantu menghadapi krisis utang yang akan datang. Sri Lanka pun seharusnya tidak melarang pupuk kimia dalam upaya membuat pertanian sepenuhnya organik, karena kondisi ini menyebabkan penurunan kepemilikan devisa negara dan sangat merugikan petani.

Sri Lanka berada di ambang kebangkrutan dengan hampir 7 miliar dolar dari total 25 miliar solar utang luar negerinya jatuh tempo untuk pembayaran tahun ini. Kekurangan devisa yang parah menempatkan negara itu kekurangan uang untuk membeli barang-barang impor.

Orang-orang telah mengalami kekurangan kebutuhan pokok selama berbulan-bulan seperti makanan, gas untuk memasak, bahan bakar dan obat-obatan. Warga pun mengantre berjam-jam untuk membeli persediaan yang sangat terbatas yang tersedia.

Pemerintah juga disalahkan karena mengambil pinjaman besar untuk proyek infrastruktur yang tidak menghasilkan uang. Menurut Rajapaksa rasa sakit, ketidaknyamanan, dan kemarahan yang ditunjukkan oleh orang-orang yang terpaksa menunggu dalam antrean panjang untuk mendapatkan barang-barang penting dengan harga tinggi dapat dibenarkan.

Banyak kemarahan publik telah diarahkan pada Rajapaksa dan kakak laki-lakinya, Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa. Mereka mengepalai beberapa jabatan penting yang berpengaruh dan telah memegang kekuasaan selama hampir dua dekade terakhir.

Ribuan pengunjuk rasa menduduki pintu masuk kantor presiden untuk hari ke-10 pada Senin. Meski tuntutan mundur terhadap keluarga Rajapaksa terus meningkat, presiden dan perdana menteri tetap menjabat, hanya beberapa kerabat lainnya kehilangan kursi Kabinet sebagai upaya untuk menenangkan para pengunjuk rasa tanpa melepaskan kekuasaan keluarga. 

sumber : AP/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement