Ahad 10 Apr 2022 15:20 WIB

Ukraina Larang Semua Impor dari Rusia, Nilainya Triliunan Rupiah

Perdagangan antara Ukraina dan Rusia capai Rp86 triliun per tahun

Rep: Rizky Jaramaya / Red: Nashih Nashrullah
Dua roket Rusia menghantam sebuah stasiun kereta api di Kramatorsk, sebuah kota di wilayah Donetsk, Ukraina Ilustrasi. Perdagangan antara Ukraina dan Rusia capai Rp86 triliun per tahun
Foto: Antara
Dua roket Rusia menghantam sebuah stasiun kereta api di Kramatorsk, sebuah kota di wilayah Donetsk, Ukraina Ilustrasi. Perdagangan antara Ukraina dan Rusia capai Rp86 triliun per tahun

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE— Ukraina melarang semua impor dari Rusia dan menyerukan kepada negara-negara lain untuk mengikuti langkahnya dengan memberlakukan sanksi ekonomi yang lebih keras lagi terhadap Moskow.

"Hari ini secara resmi kami mengumumkan penghentian sepenuhnya perdagangan barang-barang dengan negara agresor," tulis Menteri Perekonomian Ukraina, Yulia Svyrydenko, di laman Facebook miliknya, Sabtu.

Baca Juga

"Mulai saat ini, tidak akan ada lagi produk dari Federasi Rusia yang diimpor ke wilayah negara kami," katanya.

Rusiaa dalah salah satu mitra dagang utama Ukraina sebelum perang dengan nilai tahunan sekitar 6 miliar dolar AS (Rp86,22 triliun).

Sejak awal invasi Rusia di Ukraina pada 24 Februari, pertukaran barang dan jasa antara kedua negara bertetangga itu hampir nihil, dan pengumuman pada Sabtu menegaskan kebijakan tersebut menjadi sebuah ketentuan hukum.

"Musuh ini tidak akan bisa lagi menerima dana dari kami karena kami akan terus mengurangi semua potensi yang ada bagi mereka untuk membiayai perang," kata Svyrydenko.

"Langkah ini bisa dicontoh oleh mitra Barat kami dan mendorong mereka untuk memperkuat sanksi terhadap Rusia, termasuk penerapan embargo energi dan isolasi terhadap semua bank Rusia," katanya.

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, berulang kali menyerukan Barat untuk memboikot ekspor minyak dan lainnya dari Rusia dan menghentikan semua ekspor ke Rusia sebagai balasan atas invasi militernya.

Negara-negara Barat telah memberlakukan sejumlah langkah untuk mengisolasi Rusia pada tingkat yang belum pernah dialami negara sebesar itu.Sementara itu pada Sabtu Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan akan menjatuhkan lebih banyak sanksi pada Rusia.

Sementara, itu memasuki bulan ketiga invasi Rusia atas Ukraina, peperangan masih meningkat. 

Ukraina siap untuk melakukan pertempuran sengit dengan pasukan Rusia yang berkumpul di timur negara itu. Pasukan Rusia telah menarik diri dari wilayah di sekitar Kiev untuk fokus membangun strategi baru di Ukraina timur.

"Ini akan menjadi pertempuran yang sulit, kami percaya pada pertarungan ini dan kemenangan kami. Kami siap untuk berjuang secara bersamaan dan mencari cara diplomatik untuk mengakhiri perang ini," kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. 

Negosiator Ukraina, Mykhailo Podolyak, mengatakan Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin tidak akan bertemu hingga pasukan Ukraina mengalahkan Rusia di wilayah timur. Kemenangan ini akan memperkuat posisi Ukraina dalam negosiasi.   

"Kami membayar harga yang sangat tinggi. Tetapi Rusia harus menyingkirkan ilusi kekaisarannya," ujar Podolyak, menurut kantor berita Interfax Ukraina. 

Sirene serangan udara terdengar di kota-kota di timur Ukraina, yang telah menjadi fokus aksi militer Rusia setelah menarik diri dari sekitar Kiev. Pejabat Ukraina telah mendesak warga sipil di wilayah timur untuk melarikan diri.  

Pada Jumat (8/4/2022) para pejabat mengatakan, lebih dari 50 orang tewas dalam serangan rudal di sebuah stasiun kereta api di kota Kramatorsk di wilayah Donetsk. 

Rusia mulai melancarkan operasi militer khusus di Ukraina pada 24 Februari. Operasi militer ini telah memaksa jutaan warga Ukraina melarikan diri dan mengungsi ke Eropa. Beberapa kota yang menjadi medan perang telah berubah menjadi kota mati dengan puing-puing bangunan yang berserakan.     

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement