Jumat 08 Apr 2022 23:59 WIB

Menteri Suharso Luncurkan Bahan Bakar Ramah Lingkungan Made in Bali

Bahan Bakar Ramah Lingkungan Made in Bali dibuat dengan teknologi RDF

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (kanan) didampingi Gubernur Bali Wayan Koster (kedua kanan) mengamati bahan bakar Refused Derived Fuel (RDF) yang dimanfaatkan untuk proses pembakaran dengan mesin uap di sebuah pabrik di Denpasar, Bali, Jumat (8/4/2022). Teknologi RDF yang terbuat dari sampah organik dan non-organik yang dipilah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Samtaku Jimbaran Bali itu digunakan sebagai bahan bakar pengganti briket batubara yang dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan dan menjadi salah satu upaya mengatasi permasalahan sampah di Bali.
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (kanan) didampingi Gubernur Bali Wayan Koster (kedua kanan) mengamati bahan bakar Refused Derived Fuel (RDF) yang dimanfaatkan untuk proses pembakaran dengan mesin uap di sebuah pabrik di Denpasar, Bali, Jumat (8/4/2022). Teknologi RDF yang terbuat dari sampah organik dan non-organik yang dipilah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Samtaku Jimbaran Bali itu digunakan sebagai bahan bakar pengganti briket batubara yang dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan dan menjadi salah satu upaya mengatasi permasalahan sampah di Bali.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa meluncurkan bahan bakar "Made in Bali" yang menggunakan teknologi refuse derived fuel (RDF) sebagai upaya menerapkan ekonomi sirkuler dan Bali Hijau.

Bahan bakar "Made in Bali" tersebut dapat digunakan sebagai bahan bakar pemanas untuk industri, seperti yang diterapkan PT Kemasan Ciptatama Sempurna, salah satu produsen kemasan di provinsi ini yang telah menggunakan RDF sekitar 6 ton per hari selama 4 bulan terakhir.

"Saya berharap praktik-praktik baik penerapan ekonomi sirkuler khususnya pada pengolahan sampah ini dapat direplikasi di tempat-tempat lain sehingga menuju Bali Zero Waste dan Bali Hijau," kata Menteri Suharso Monoarfa di Kota Denpasar, Jumat.

Refuse derived fuel tersebut dihasilkan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Sampahku Tanggung Jawabku (TPST Samtaku) Jimbaran dengan produksi mencapai 20 ton per hari dari kapasitas input sampah sekitar 120 ton per hari.Sebelum mencapai TPST, sampah juga diolah di Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R).

Dengan teknologi refuse derived fuel,kata Menteri Suharso, Bali dapat mencukupi kebutuhan bahan bakar yang dihasilkan lingkup lokal atau "Made in Bali"."Sampah yang diolah bisa menghasilkan briket. Bayangkan kalau pabrik membutuhkan energi primer dari luar Bali, tentu ada ongkosnya. Dengan briket yang berasal dari sampah yang ada di Bali mendukung ekonomi hijau dan ekonomi sirkuler, berputar di Bali, kembali lagi ke sini," katanya.

Sejumlah industri di Bali saat ini menerapkan RDF sebagai strategi mewujudkan Zero Waste to Landfill. RDF menghasilkan bahan bakar pemanas atau boiler untuk perhotelan, Pembangkit Listrik Tenaga Uap Celukan Bawang di Buleleng, serta pabrik-pabrik yang memerlukan substitusi atau co-firing batu bara dan cangkang sawit.

Di Bali, TPST yang didorong adalah tipe Material Recovery Facilities (MRF), yakni semua sampah di-recovery dan dimanfaatkan sehingga diharapkan tidak ada sampah yang tersisa. Berdasarkan tes laboratorium Indocement dan Sucofindo, nilai kalori sampah hasil RDF dari TPST Samtaku sekitar 4.300 sampai dengan 6.200 kilokalori per kilogram.

Selain untuk RDF, pengolahan TPST di Bali dengan tipe MRF juga didorong untuk menjadi produk material daur ulang, pelet, pupuk kompos, maggot, dan pakan ternak."Ke depan, pengolahan sampah di Denpasar dapat menghasilkan RDF sebesar 200 ton per hari dan bisa menggantikan energi primer lain yang ada di Bali," ungkap Menteri Suharso.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement