Senin 28 Mar 2022 01:05 WIB

Harga Anjlok, Petani di Lampung Barat Buang Tomat di Jalan

Aksi buang tomat di jalan itu karena petani kecewa harga murah saat panen tomat.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Fuji Pratiwi
Petani memetik tomat saat panen (ilustrasi). Aksi petani di Desa Sebarus, Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung, membuang tomat hasil panen kebunnya di jalan beredar di media sosial, Ahad (27/3/2022).
Foto: ANTARA/Syifa Yulinnas
Petani memetik tomat saat panen (ilustrasi). Aksi petani di Desa Sebarus, Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung, membuang tomat hasil panen kebunnya di jalan beredar di media sosial, Ahad (27/3/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Aksi petani di Desa Sebarus, Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung, membuang tomat hasil panen kebunnya di jalan beredar di media sosial, Ahad (27/3/2022). Aksi para petani tersebut tak tahan dan kecewa dengan harga jual tomat sangat murah dibandingkan dengan modal menanam.

Keterangan yang diperoleh Republika.co.id, Ahad (27/3/2022), aksi petani tomat di Pemangku Umbul Lioh, Desa Sebarus tersebut dilatarbelakangi kekecewaan dengan harga murah saat panen tomat.

Baca Juga

Menurut keterangan petani, kekecewaan tersebut sudah terjadi sebulan terakhir. Sehingga sebagai bentuk protes mereka membuang ratusan kilogram tomat yang baru dipanen karena harga murah. Petani menyebutkan harga normal tomat Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per kg, tapi sekarang ini tengkulak hanya membeli Rp 400 sampai Rp 600 per kg.

Harga serendah itu sangat mengecewakan petani yang telah berusaha untuk mulai dari mencari bibit, menanam, dan memelihara hingga panen dengan modal yang cukup besar.

Syafrizal, seorang penggiat pertanian di Lampung mengatakan, anjloknya harga jual petani lantaran mekanisme penjualan hasil kebun petani rata-rata masih melalui tengkulak. Padahal, harga di pasaran tetap bertahan normal bahkan naik menjelang Ramadhan.

Menurut dia, pemerintah daerah dan pusat harus turun tangan mengatasi mekanisme pasar pasca panen hasil kebun dan sawah petani. Sistem tengkulak, kata dia, hanya menguntungkan sepihak dan merugikan petani.

"Harga jual hanya ditentukan tengkulak sepihak bukan berdasarkan harga pasar, jadi jelas petani dirugikan terus," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement