Rabu 16 Mar 2022 17:27 WIB

PB IDI: Status Endemi Covid-19 Tunggu WHO

Hingga kini, WHO belum nyatakan status covid-19 sebagai endemi.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Nora Azizah
Hingga kini, WHO belum nyatakan status covid-19 sebagai endemi.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Hingga kini, WHO belum nyatakan status covid-19 sebagai endemi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Terpilih Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi mengatakan, status endemi Covid-19 di Indonesia menunggu pernyataan organisasi kesehatan dunia PBB (WHO). Hingga saat ini, WHO belum menyatakan status Covid-19 menjadi endemi.

"Saat berbicara apakah Indonesia sudah masuk endemi, maka sebenarnya menunggu WHO apakah akan ada pencabutan status pandemi menjadi endemi," ujar Adib saat mengisi konferensi virtual bertema 'Pandemic to Endemic, Apa yang Harus Bunda Siapkan untuk Keluarga dan Buah Hati?', Rabu (16/3/2022).

Baca Juga

Adib menjelaskan, WHO menyatakan Covid-19 sebagai pandemi pada 2020 lalu. Status public health emergency yang dicanangkan WHO ini kemudian dinyatakan sebagai pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 sampai sekarang. Hingga kini, dia melanjutkan, WHO belum menyatakan Covid-19 sekarang masuk jadi endemi.

Lebih lanjut, pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI)  ini mengatakan, saat sebuah wabah penularan Covid-19 yang terjadi selama 2 tahun terakhir seharusnya melihat indikator yang dipakai dalam status epidemiologi. Indikator pertama, dia melanjutkan, apakah masyarakat siap dengan adaptasi kehidupan normal baru (new normal). 

 

"Maksudnya siap dengan adaptasi pakai masker menjadi kebiasaan, jaga jarak dan menghindari hal-hal yang berpotensi terjadi kerumunan. Kemudian hidup sehat," ujarnya.

Indikator kedua, adanya surveillans yaitu peningkatan tes dan pelacakan tetap harus  menjadi satu upaya pencegahan. Sehingga, ketika berbicara wabah maka pengendaliannya harus melalui surveillans epidemiologi. Artinya penguatan di tingkat primer terkait promotif preventif. Indikator ketiga adalah pembatasan angka kesakitan dan angka kematian. 

"Ini harus dilihat, misalnya angka kesakitan Covid-19 per 12 Maret 2022 menurun 19,8  persen," katanya 

Kemudian, ia menyebutkan indikator keempat atau terakhir adalah positivity rate atau laju penularan. Adib menambahkan, empat indikator inilah yang menjadi satu referensi dalam status epidemiologi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement