Rabu 16 Mar 2022 15:42 WIB

Produsen Perkirakan Besaran Subsidi Minyak Goreng Curah Mencapai Rp 7.500 per Liter

Pemerintah memberlakukan kebijakan HET untuk minyak goreng curah Rp 14.000 per liter.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Pedagang menata minyak goreng curah yang dijual di Pasar Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/3/2022). Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menerbitkan aturan kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng curah jadi Rp14.000 per liter yang sebelumnya Rp11.500 dan berlaku sejak Rabu (16/3/2022).
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Pedagang menata minyak goreng curah yang dijual di Pasar Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/3/2022). Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menerbitkan aturan kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng curah jadi Rp14.000 per liter yang sebelumnya Rp11.500 dan berlaku sejak Rabu (16/3/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Produsen minyak goreng yang tergabung dalam Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menilai, disparitas antara harga keekonomian minyak goreng curah dengan harga acuan tertinggi (HET) yang ditetapkan sebesar Rp 14 ribu per liter bisa mencapai RP 7.500 per liter. Jumlah yang besar itu, tentunya membutuhkan pengawasan  ketat dari pemerintah karena jumlah itu yang nantinya akan disubsidi.

Seperti diketahui, pemerintah memutuskan untuk memberikan subsidi kepada minyak goreng curah sehingga harga di tingkat konsumen menjadi Rp 14 ribu per liter. Adapun anggaran subsidi tersebut berasal dari dana pungutan ekspor yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Baca Juga

"Bedanya harga ini bisa sampai Rp 7.500 per liter antara HET Rp 14 ribu per liter dengan real price (harga keekonomian) sekarang Rp 21.340 per liter. Ini kan duit besar," kata Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga kepada Republika.co.id, Rabu (16/3/2022).

Ia menjelaskan, harga keekonomian minyak goreng curah itu berdasarkan harga minyak sawit (CPO) KPBN Dumai saat ini yang berada di level Rp 15.864 per kg. Sahat mengatakan, ada isu strategis yang menjadi pembahasan antara pemerintah dan produsen minyak goreng yakni pada mekanisme administrasi untuk mengklaim subsidi tersebut.

"Jangan lupa, ada 514 kota kabupaten di Indonesia dan ada banyak pasarnya, ini tidak mudah dan perlu kita pikirkan pola untuk mensukseskannya," kata Sahat menambahkan.

Saat ini, GIMNI sedang melakukan pendataan produsen minyak goreng curah di Indonesia untuk didaftarkan kepada Kementerian Perindustrian. Itu demi mencegah adanya oknum produsen minyak goreng yang secara mendadak mengklaim pencairan subsidi dari pemerintah.

Produsen minyak goreng curah juga wajib mendaftarkan distributor masing-masing dengan alamat yang jelas. Jika data sudah terkumpul lengkap dan valid baru dapat dilakukan penghitungan rinci biaya distribusi dari pabrik, ke distributor, agen hingga warung atau koperasi pasar.

Setiap lini harus mendapatkan margin yang wajar agar tidak mengganggu iklim usaha hingga ke tingkat hilir. "Kami hitung-hitung juga agar jangan sampai menggencet pasar. Pedagang juga punya tenaga kerja yang itu perlu biaya," ujarnya.

Ia pun menegaskan, para produsen dan distributor harus bekerja keras bersama pemerintah agar program subsidi minyak goreng curah berhasil dan bisa dirasakan masyarakat. Satgas Pangan Polri pun diharapkan ikut mengawasi peredaran minyak goreng curah.

Pasalnya, bukan tidak mungkin harga minyak curah yang rendah ditimbun oknum untuk dijual kembali dengan harga normal. Apalagi, harga minyak goreng untuk kemasan sederhana dan premium telah dilepas ke pasar sehingga harganya bisa naik hingga paling tinggi Rp 24 ribu.

"Bila perlu kita operasi pasar sendiri karena kita kan tahu berapa harganya," kata Sahat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement