Jumat 04 Mar 2022 09:21 WIB

P2G Ingatkan Adanya Distorsi Semangat Kurikulum Baru

Kemendikbudristek harus pastikan semangat dalam Kurikulum Merdeka sampai ke guru.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi Kurikulum
Foto: pixabay
Ilustrasi Kurikulum

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengingatkan agar pengimplementasian Kurikulum Merdeka tidak seperti kurikulum-kurikulum sebelumnya. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) harus bisa memastikan semangat perubahan dalam Kurikulum Merdeka mencapai kepada guru di lapangan dengan distorsi yang minim.

"PR (pekerjaan rumah) sebenarnya adalah bagaimana strategi Kemendikbudristek untuk membuat frekuensi yang sama, perubahan-perubahan yang ditawarkan oleh Kemendikbudristek melalui Kurikulum Merdeka ini semangatnya sampai ke guru," ujar Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, kepada Republika, Jumat (4/3/2022).

Baca Juga

Satriwan mengungkapkan, hal yang terjadi selama ini terhadap kurikulum, yakni adanya ketidaksinkronan antara konsep atau paradigma yang dibuat dengan pengimplementasiannya di lapangan. Dia mencontohkan pada Kurikulum 2013 ketika terdapat hambatan-hambatan dalam pengimplementasiannya di lapangan.

"Dalam implementasinya banyak terjadi reduksi atau distorsi ke guru. Sehingga ini tujuh tahun, ya, usianya, tapi masih banyak guru yang belum paham bahkan belum mendapatkan pelatihan pengimplementasian Kurikulum 2013. Ini kan sebuah paradoks," kata Satriwan.

Bagi P2G, dia mengatakan, Kurikulum Merdeka bukanlah suatu kurikulum yang benar-benar baru. Kurikulum tersebut anya perbaikan dari Kurikulum 2013 karena substansi-substansi di dalamnya masih sama. 

Namun, dia mengapresiasi adanya penyederhanaan materi dalam kurikulum yang dapat dipilih sekolah itu di antara tiga kurikulum yang disediakan pada tahun ini. "Sebenarnya fleksibilitas guru pengajaran berbasis konteks itu juga menjadi spirit Kurikulum 2013. Tapi saya tadi katakan, dalam kenyataannya di lapangan tidak demikian. Guru kan tidak bebas bergerak, berinovasi, karena apa-apa memang ditentukan oleh pusat," kata Satriwan.

Menurut Satriwan, kata kunci untuk menyatukan frekuensi dan irama dari Kurikulum Merdeka hingga ke tingkat terakhir, yakni guru yang melaksanakannya, adalah pelibatan banyak pihak. Minimal ada enam pihak yang harus satu frekuensi, irama, dan persepsi terhadap Kurikulum Merdeka.

"Pertama, dari Kemendikbudristek atau Pusat Kurikulum sebagai konseptornya. Kedua, pelatih guru. Nah ini kunci karena pelatih guru itu yang jadi jembatan antara pemerintah dengan guru. Karena Pusat Kurikulum tak memilki SDM yang bisa melatih berapa juta guru," kata dia.

Ia mengatakan, pihak ketiga yang dia sebut adalah guru itu sendiri. Keterlibatan guru dalam pengimplementasian maupun pelatihannya amat penting. 

Selama ini, menurut Satriwan, pelatihan-pelatihan terkait kurikulum baru itu tidak menyentuh semua guru secara merata, melainkan hanya guru di daerah-daerah tertentu saja yang ikut pelatihan. "Guru-guru di kota tertentu saja atau di daerah tertentu saja yang ikut pelatihan. Maka saya katakan Kurikulum 2013 sudah lebih dari tujuh tahun usianya tapi masih banyak guru yang belum mendapatkan pelatihannya," kata dia.

Pihak berikutnya adalah pengawas sekolah. Dia menjelaskan, pengawas sekolah berperan penting dalam melakukan pendampingan dan pemantauan guru serta sekolah dalam mempraktikkan kurikulum. 

Pihak selanjutnya adalah dinas pendidikan karena secara birokratis merupakan atasan sekolah, guru, atau kepala sekolah dan berhak untuk melakukan evaluasi serta pemantauan. "Keenam, Badan Akreditas Nasional Sekolah dan Madrasah atau BANSM. Mereka yang melakukan akreditasi. Mereka yang nilai sekolah. Yang diakreditasi itu kan delapan standar nasional pendidikan yang termasuk kurikulum di dalamnya," jelas dia.

Selain keenam pihak itu, dia juga menilai komite sekolah penting untuk mengetahui perubahan-perubahan pada kurikulum yang diterapkan oleh sekolah. Dengan demikian, pengimplementasian kurikulum anyar dapat satu frekuensi dari hulu hingga ke hilir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement