Jumat 25 Feb 2022 13:12 WIB

Potensi Dampak Konflik Rusia-Ukraina terhadap Ekonomi Indonesia

Kenaikan harga minyak akan berdampak pada peningkatan inflasi di Indonesia.

Orang-orang mencoba naik bus untuk meninggalkan Kyiv, Ukraina, Kamis, 24 Februari 2022. Rusia telah meluncurkan rentetan serangan udara dan rudal ke Ukraina Kamis pagi dan pejabat Ukraina mengatakan bahwa pasukan Rusia telah meluncur ke negara itu dari utara, timur dan selatan.
Foto: AP Photo/Emilio Morenatti
Orang-orang mencoba naik bus untuk meninggalkan Kyiv, Ukraina, Kamis, 24 Februari 2022. Rusia telah meluncurkan rentetan serangan udara dan rudal ke Ukraina Kamis pagi dan pejabat Ukraina mengatakan bahwa pasukan Rusia telah meluncur ke negara itu dari utara, timur dan selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hingga saat ini, konflik antara Rusia dan Ukraina belum juga mereda. Ini bukan pertama kalinya kedua negara ini bersitegang. Sebelumnya, konflik antara dua negara ini juga terjadi pada tahun 2014 dimana pemimpin Ukraina saat itu, Viktor Yanukovych, membatalkan pembicaraan kerja sama politik dan perdagangan dengan Uni Eropa (UE). 

Hal ini pun memicu bergulirnya demonstrasi di Ukraina yang menuntut mundur Yanukovych, hingga akhirnya pemimpin Ukraina pro-Rusia tersebut pun digulingkan. Tak hanya itu, pada tahun tersebut juga disebutkan bahwa Rusia berhasil merebut salah satu wilayah Krimea, Ukraina yang mana hal ini menyebabkan situasi semakin memanas.

Per Januari 2022, intelijen Kementerian Pertahanan Ukraina melaporkan bahwa Rusia telah menempatkan lebih dari 127 ribu pasukan di dekat negaranya. Meskipun Rusia berulang kali membantah merencanakan invasi terhadap Ukraina dan menegaskan bahwa Rusia tidak mengancam negara mana pun. 

Relasi Ukraina yang semakin dekat dengan AS dan NATO juga dinilai menjadi sumber ketegangan dengan Rusia. Rusia khawatir masuknya Ukraina ke NATO bakal menimbulkan ancaman bagi wilayah mereka, di mana Ukraina yang berbatasan langsung dengan Rusia dapat menjadi garda depan NATO untuk menyerang Rusia. Presiden Rusia, Putin, pun juga mengungkapkan Amerika Serikat berencana mengendalikan negaranya.

Konflik geopolitik Rusia dengan Ukraina tentunya dikhawatirkan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi seluruh negara di dunia yang sedang berusaha untuk bangkit dari pandemi. Konflik juga dikhawatirkan dapat mengganggu kelancaran aktivitas ekspor dan impor antara Rusia dan negara Eropa lainnya, di mana Ukraina berperan penting sebagai pengikat kedua belah pihak.

Konflik ini juga membuat para investor global pesimis berinvestasi di sejumlah negara berkembang lainnya. Hal ini dapat dilihat, dari indeks Dow Jones Industrial Average yang ditutup turun sekitar 1,8 persen, diikuti indeks S&P 500 yang juga anjlok 2,1 persen ke 4.380,3 dan Nasdaq Composite yang terkoreksi turun 2,9 persen ke 13.716,7 pada Kamis (17/2/2022).

Selain itu, bursa Asia juga ikut terkoreksi tajam menyusul Wall Street. Jumat (18/2), indeks Nikkei 225 terlihat anjlok 1,2 persen ke 26.903,6, diikuti oleh indeks Hang Seng yang turut melemah 0,6 persen ke 23.633,7. Hal tersebut terjadi karena investor beralih ke aset safe haven seperti obligasi dan emas yang dinilai lebih aman, menyusul ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang semakin memanas.

Dampak Ekonomi Konflik Geopolitik Rusia-Ukraina di Indonesia

Indonesia pun harus mewaspadai dampak konflik Rusia-Ukraina. Menurut pengamat Indef, Dzulfian Syafrian, konflik ini akan berdampak pada naiknya harga minyak dunia yang di mana hal ini akan berpengaruh pada neraca perdagangan Indonesia, karena Indonesia banyak mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.  

Hal ini juga dibenarkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa konflik Rusia-Ukraina membawa dampak langsung ke komoditas energi, gas maupun minyak di Indonesia. Konflik ini juga menimbulkan komplikasi bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan. Pemerintah, terutama Kementerian Keuangan, akan terus mengawal stabilitas sistem keuangan dalam negeri terutama volatilitas suku bunga, nilai tukar, hingga volatilitas indeks dan arus modal yang berimbas langsung ke sektor keuangan.

CEO Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani, mengatakan, tidak dapat dipungkiri bahwa konflik Rusia-Ukraina akan berdampak terhadap ekonomi global, termasuk Indonesia. 

"Hal yang perlu dikhawatirkan adanya kemungkinan terjadinya krisis energi dikarenakan Rusia merupakan salah satu produsen utama minyak dunia, di mana hal ini dapat berpengaruh terhadap pergerakan harga minyak global. Pemerintah dapat mengantisipasi hal tersebut dengan melakukan diversifikasi suplai impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan gas dan batubara untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak bumi," kata Johanna dalam siaran persnya, Jumat (25/2/2022).

“Apabila konflik ini berlanjut, tentunya kenaikan harga minyak ini akan berdampak pada peningkatan inflasi di Indonesia. "Dari sisi moneter, konflik ini juga akan menekan the Fed untuk meningkatkan suku bunga acuan, di sini Bank Indonesia perlu memperhatikan kondisi domestik sebelum menaikkan suku bunga acuan karena dikhawatirkan akan mengganggu pemulihan ekonomi nasional," tutup Johanna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement