Kamis 24 Feb 2022 03:47 WIB

38 Bahasa Daerah Dijadikan Objek Revitalisasi Sepanjang 2022

Tiga model revitalisasi bahasa daerah disiapkan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Indira Rezkisari
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengatakan, tahun 2022 jumlah bahasa daerah yang akan menjadi objek revitalisasi sebanyak 38 bahasa daerah yang tersebar di 12 provinsi.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengatakan, tahun 2022 jumlah bahasa daerah yang akan menjadi objek revitalisasi sebanyak 38 bahasa daerah yang tersebar di 12 provinsi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, mengatakan, ada 38 bahasa daerah yang tersebar di 12 provinsi yang akan menjadi objek revitalisasi pada 2022. Dalam pelaksanaannya, Kemendikbudristek telah menyiapkan tiga model revitalisasi yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

"Pada tahun 2022 jumlah bahasa daerah yang akan menjadi objek revitalisasi sebanyak 38 bahasa daerah yang tersebar di 12 provinsi. Di antaranya, Sumatra Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, NTT, NTB, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Maluku, Maluku Utara, dan Papua," ujar Nadiem lewat siaran pers, Rabu (23/2/2022).

Baca Juga

Menurut Nadiem, pihaknya merancang tiga model revitalisasi yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Model A, di mana karakteristik daya hidup bahasanya masih aman, jumlah penuturnya masih banyak, dan masih digunakan sebagai bahasa yang dominan di dalam masyarakat tuturnya. Pendekatan yang dilakukan pada model A, pewarisan dilakukan secara terstruktur melalui pembelajaran di sekolah atau berbasis sekolah.

"Contohnya Bahasa Jawa, Sunda, dan Bali," ujar Nadiem.

Lalu model B, di mana karakteristik daya hidup bahasanya tergolong rentan, jumlah penuturnya relatif banyak dan bahasa daerahnya digunakan secara bersaing dengan bahasa-bahasa daerah lain. Pendekatan pada model B, pewarisan dapat dilakukan secara terstruktur melalui pembelajaran di sekolah jika wilayah tutur bahasa itu memadai dan pewarisan dalam wilayah tutur bahasa juga dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis komunitas.

"Kemudian ada model C, di mana karakteristik daya hidup bahasanya kategori mengalami kemunduran, terancam punah, atau kritis, serta jumlah penutur sedikit dan dengan sebaran terbatas," kata Nadiem.

Pendekatan yang dilakukan pada model ini adalah pewarisan dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis komunitas untuk wilayah tutur bahasa yang terbatas dan khas dan pembelajaran dilakukan dengan menunjuk dua atau lebih keluarga sebagai model tempat belajar atau dilakukan di pusat kegiatan masyarakat, seperti  tempat ibadah, kantor desa, atau taman bacaan masyarakat.

Puncak Revitalisasi Bahasa Daerah akan berujung pada Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI). Festival itu merupakan media apresiasi kepada para peserta revitalisasi bahasa daerah yang dilakukan secara berjenjang, mulai dari sekolah, atau komunitas belajar.

"Dalam FTBI ini akan mengusung tujuh materi yaitu membaca dan menulis aksara daerah, menulis cerita pendek, membaca dan menulis puisi (sajak, gurit), mendongeng, pidato, tembang tradisi, dan komedi tunggal," jelas Nadiem.

 

Menurut Nadiem, ada sejumlah tujuan akhir dari revitalisasi bahasa daerah. Pertama, para penutur muda akan menjadi penutur aktif bahasa daerah dan mempelajari bahasa daerah dengan penuh suka cita melalui media yang mereka sukai. Kedua, menjaga kelangsungan hidup bahasa dan sastra daerah.

Ketiga, menciptakan ruang kreativitas dan kemerdekaan bagi para penutur bahasa daerah untuk mempertahankan bahasanya. Keempat, menemukan fungsi dan rumah baru dari sebuah bahasa dan sastra daerah.

"Mari kita lestarikan bahasa daerah dengan cara mengembangkannya agar tetap adaptif terhadap perubahan, zaman, dan terus menjadi ciri dari ke-Indonesiaan kita," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement