Kamis 17 Feb 2022 01:35 WIB

Varian Covid-19 pada Masa Depan Diprediksi Bisa Lebih Berbahaya

Varian Covid-19 di masa depan diprediksi bisa tingkatkan jumlah kematian.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Varian Covid-19 di masa depan diprediksi bisa tingkatkan jumlah kematian.
Foto: www.pixabay.com
Varian Covid-19 di masa depan diprediksi bisa tingkatkan jumlah kematian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Varian Covid-19 di masa depan diprediksi bisa jauh lebih berbahaya, yakni meningkatkan jumlah kematian dan kasus penyakit serius daripada omicron. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa omicron bukan turunan atau bagian dari varian delta.

Ahli epidemiologi dari Edinburgh University, Prof Mark Woolhouse, mengatakan bahwa varian omicron tidak berasal dari varian delta. Karenanya dia menolak asumsi bahwa varian Covid-19 di masa depan akan lebih ringan.

Baca Juga

“Varian Omicron berasal dari bagian yang sama sekali berbeda dari pohon keluarga virus. Dan karena kita tidak tahu dari mana dalam silsilah keluarga virus akan muncul varian baru, kita tidak dapat mengetahui dengan pasti karakter patogen itu. Mungkin bisa lebih ringan, dan mungkin juga lebih bahaya,” kata Woolhouse.

Pendapat Woolhouse didukung oleh virologist dari Warwick University, Prof Lawrence Young. Dia menegaskan bahwa gagasan yang menyebut varian virus akan terus menjadi lebih ringan adalah salah. Varian virus baru di masa depan bisa menjadi lebih ganas daripada varian delta.

“Orang-orang tampaknya berpikir telah terjadi evolusi linier virus dari Alpha ke Beta ke Delta ke Omicron. Tapi bukan itu masalahnya. Gagasan bahwa varian virus akan terus menjadi lebih ringan adalah salah. Yang baru, bisa menjadi lebih patogen daripada varian Delta, misalnya,” kata Young seperti dilansir dari The Guardian, Kamis (17/2/2022).

Utusan khusus untuk Covid-19 WHO, David Nabarro, juga menyoroti ketidakpastian karakter varian di masa depan. Dia bahkan memprediksi aka nada lebih banyak varian setelah Omicron, dan jika lebih menular varian tersebut akan mendominasi.

“Selain itu, mereka dapat menyebabkan pola penyakit yang berbeda, dengan kata lain mereka dapat menjadi lebih mematikan atau memiliki konsekuensi jangka panjang,” kata Nabarro.

Nabarro mendesak pihak berwenang untuk terus merencanakan kemungkinan akan ada lonjakan jumlah orang yang sakit dan membutuhkan perawatan di rumah sakit.

“Akan sangat bijaksana untuk mendorong orang untuk mengencangkan prokes diri mereka secara konsisten. Jika tidak, konsekuensinya berpotensi parah. Pandemi masih panjang,” kata Nabarro.

Seruan itu muncul ketika pemerintah Inggris berencana mencabut aturan pembatasan di tengah tingginya kematian pasien kanker darah yang terkena Covid-19. Menurut analisis dari Kantor Statistik Nasional, total 458 orang dengan kanker darah di Inggris dan Wales meninggal karena Covid antara Oktober dan Desember 2021 –satu dari 20 dari mereka yang meninggal karena Covid selama waktu itu.

Orang dengan kanker darah memiliki sistem kekebalan yang lemah sehingga cenderung tidak terlindungi oleh vaksin.

“Tidak adanya rencana gabungan untuk mendukung orang yang mengalami gangguan kekebalan menunjukkan bahwa mereka tidak menonjol dalam keputusan pemerintah untuk mencabut pembatasan Covid,” kata Gemma Peters, kepala eksekutif Blood Cancer UK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement